Rabu, 12 November 2014

Pengakuan Taubat hanya kepada Allah saja

MUNGKIN kita pernah mendengar pengakuan seseorang di depan umum tentang masa lalunya yang kelam. Pembacaan daftar perbuatan-perbuatan hitam yang telah dilakukan. Yang didahului maupun diakhiri dengan pernyataan bahwa dirinya sekarang sudah bertobat, dan berjanji tidak akan mengulangi kelakuan-kelakuan buruk itu lagi.

Walau dilakukan di depan orang banyak, mungkin pengakuannya itu memang tulus berniat hendak bertobat. Atau, mungkin ada juga yang disertai motif lain, seperti ingin memperlihatkan jika dirinya sekarang sudah berubah. Bisa juga bermaksud memperoleh simpati dan empati dari orang lain.

Nah, saudaraku, apapun maksud yang menyertai—bahkan seandainya keinginan bertobat itu tulus—maka sebaiknya tidak perlu sampai menyebut dosa yang telah diperbuat di depan orang lain. Pengakuan kita cukup kepada-Nya, karena pertobatan itu memang antara diri sendiri dan Allah SWT.

Selama ini orang-orang masih memandang dan merasa wajar bergaul dengan kita dalam keseharian. Ini karena Ia telah menutupi seluruh aib dan dosa-dosa kita. Jangan sampai justru kita sendiri yang membukanya. Sebab itu bisa berarti kita tidak mensyukuri rahmat dan karunia dari-Nya.

“Dan dia bersamamu di manapun kamu berada.” Allah Maha Melihat apa pun yang kita kerjakan, termasuk segala sesuatu yang tersembunyi di dalam hati.

Jadi, misalkan kita mengaku kepada-Nya di dalam hati pun, dan tidak sampai terhembus melalui bibir, itu sudah cukup. Allah pasti mendengar jeritan hati kita.

Sebuah kisah pernah diungkap oleh Rasulullah saw, yaitu tentang seorang perempuan pezina di zaman sebelum beliau. Ketika berjalan tertatih-tatih sendirian, ia melihat seekor anjing yang hampir mati kehausan. Perempuan itu kemudian menolong anjing tersebut dengan mengambilkannya air di sebuah sumur.Bagaimana ia mempertaruhkan dirinya untuk turun ke sumur dan mengambil air. Rasa kasihannya hingga perlakuannya yang lembut saat memberi minum anjing tadi, semuanya tidak dilihat oleh orang lain. Bahkan si anjing pun tak mengerti bagaimana mengucapkan terima kasih. Tetapi Allah Maha Melihat, sehingga dosa wanita itu diampuni-Nya.

Satu contoh lain adalah sebuah kisah di zaman Nabi Musa. Suatu masa hujan tidak turun, lalu Nabi Musa mengajak dan mengumpulkan semua orang untuk berdoa. Allah pun berfirman bahwa ada seseorang di antara mereka yang berlumur dosa, yang menjadi penghalang diijabahnya doa tersebut.Nabi Musa kemudian memerintahkan supaya siapa pun yang dimaksud untuk keluar dari kerumunan dan mengakuinya. Namun orang yang telah berbuat dosa itu, terus-menerus selama 40 tahun, hanya mengaku di hatinya bahwa ia yang ahli maksiat. Tapi ia malu dan sangat berharap Allah mengampuni dan menerima tobatnya.Dalam diam, hati orang tersebut bergelora mohon ampunan dengan air mata yang bercucuran. Dan tiba-tiba hujan pun turun. Nabi Musa heran, karena sepengetahuannya belum ada yang mengaku. Allah lalu memberitahu jika sudah ada seseorang yang memohon ampunan. Tetapi saat Nabi Musa meminta diberitahu siapakah orang tersebut, Allah berfirman bahwa ketika orang itu berbuat maksiat pun aib dan dosanya ditutupi-Nya, maka bagaimana mungkin dibeberkan sesudah ia bertobat.

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka yang tidak terlihat oleh mereka, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sungguh, Dia Mahamengetahui segala isi hati. Apakah pantas Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus lagi Mahamengetahui.” (QS. al-Mulk [67]: 12-14).

Nah, saudaraku, kita memang tak perlu berharap dihargai maupun dipuji, atau simpati dan empati dari orang lain. Kita hanya berharap agar dicintai Allah SWT. Namun bukan berarti membuat layak membeberkan dosa kita di depan orang. Bisa jadi dengan pembacaan daftar hitam tersebut, sebenarnya kita justru sedang berharap dihargai dan diberi empati.

Sekali pun di masjid, sebaiknya dalam berdoa tidak menyebut-nyebut dosa dengan suara kencang. Nanti malah mengganggu jamaah yang lain dan dapat menimbulkan riya’.

Harap dan takut cukup kepada Allah SWT. Keimanan dan pertobatan kita hanya mencari ridha Allah. Oleh sebab itu, mari kita mengaku kepada-Nya, dan itu sebaiknya cukup dalam hati saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar