Rabu, 22 Oktober 2014

10 Tips Agar Tegar Menghadapi Cobaan

1) Sadarlah bahwa Anda tidak sendirian, ada Allah bersama Anda.

2) Ingatlah bahwa di balik takdir Allah pasti ada hikmah yang indah.

3) Tidak ada yang dapat memberi kebaikan dan menyelamatkan dari keburukan kecuali Allah, maka janganlah menggantungkan harapan kecuali kepadaNya.

4) Apapun yang ditakdirkan menimpamu; ia tidak akan meleset darimu. Dan apapun yang ditakdirkan meleset darimu; ia tidak akan dapat menimpamu.

5) Ketahuilah hakekat dunia, maka jiwa Anda akan menjadi tenang.

6) Berbaik-sangkalah kepada Rabb Anda.

7) Pilihan Allah untuk Anda, itu lebih baik daripada pilihan Anda untuk diri Anda sendiri.

8) Cobaan yang semakin berat, menunjukkan pertolongan Allah semakin dekat.

9) Jangan pikirkan bagaimana datangnya pertolongan Allah, karena jika Allah berkehendak, Dia akan mengaturnya yang cara yang tidak terlintas di akal manusia.

10) Anda harus berdoa meminta kepada Allah, yang di tangan-Nya ada kunci-kunci kemenangan.

Kalau kita perhatikan, kebanyakan prinsip di atas mengaitkan kita dengan Allah ta’ala. Karena memang manusia itu makhluk lemah, dan dia tidak akan menjadi kuat kecuali jika mendapatkan suntikan kekuatan dari luar, dan tidak ada yang mampu memberikan kekuatan seperti Allah azza wajalla.

Dari sini, kita juga bisa memahami, mengapa semakin orang dekat dengan Allah, semakin kuat pula jiwanya.. dan mengapa semakin kuat akidah seseorang, semakin kuat pula kepribadiannya, wallohu a’lam.


Penulis: Ust. Musyafa Ad Darini

Artikel Muslim.Or.Id

Senin, 20 Oktober 2014

"Bahaya Mabuk Pujian"

Dipuji, dikagumi, diperlakukan spesial itu sangat nikmat, sehingga banyak orang yang sangat merindukannya.

Dan bagi yang tak hati – hati dan tak kuat iman, akan banyak kerusakan yang timbul bila sudah diperbudak dan mabuk pujian.
Seperti orang mabuk; berpikir, berbicara, bersikap dan mengambil keputusan menjadi tak normal / error.

Hati akan cenderung hilang kepekaan, mudah tersinggung dan sakit hati bila orang tak memuji atau mmperlakukannya tak sesuai harapan.

Hidup selalu galau, sangat cemas orang tak lagi memperhatikannya. akal selalu berputar akibatnya jadi kurang peduli kepada yang lain, selalu orientasi diri sendiri.

Sibuk sekali membangun ‘kemasan’/topeng’ demi penilaian orang walau harus berhutang atau menanggung resiko yang berat.
Orang – orang disekitarnya pecinta penilaian manusia, tak akan merasa nyaman, karena yang bersangkutanpun tak nyaman dengan dirinya sendiri.

Hubungan dengan Allohpun semakin terhijab, walau banyak ilmu agama dan rajin ibadah, karena di hatinya bukanlah Alloh yang dituju melainkan sibuk dengan penilaian makhluk.

Mengapa orang memuji? Karena mereka tidak tahu siapa diri kita. Kalau mereka tahu siapa kita sebenarnya, pasti mereka tak akan memuji. Celakanya kalau dipuji, kita menikmati sesuatu yang sesungguhnya tidak ada pada diri ini.

Pujian dapat membuat kita jadi yakin seperti apa yang dikatakan orang, sampai kita tidak jujur kepada diri sendiri. Sebenarnya yang tahu seperti apa diri ini adalah kita sendiri. Orang yang memuji hanya menyangka saja.

Seharusnya, pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya tidak ada pada diri kita. Tapi bagi para pecinta dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Artinya, dia berbohong pada dirinya sendiri.
Bahayanya pujian itu ada tiga :

Pertama, kita jadi terpenjara oleh pujian orang. Kita takut kehilangan segala pujian pada diri. Akibatnya, kita melakukan apa saja supaya pujian itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan memercayai pujian, dia tidak akan menerima nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh pujian tersebut.

Kedua, dia sangat sulit mengakui kekurangannya. Ini adalah malapetaka. Orang yang tidak bertaubat, dialah orang zalim. Orang yang tidak mau mengakui dosanya itu termasuk zalim. Kalau kita telah menyakiti orang, tetapi tidak mengakui, berarti kita sudah zalim. Zalim pada orang dan pada diri sendiri.

Ketiga, kalau orang sudah senang dipuji, maka tidak ada ikhlas dalam dirinya. Karena segala perbuatan yang dilakukannya hanya untuk mempertahankan pujian. Dia akan mengatur penampilan dan sikapnya agar terlihat baik bagi orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan ikhlas? Jawabannya tidak! Karena dia melakukan apapun bukan untuk Allah lagi, tapi karena untuk pujiannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir bagaimana agar tetap dianggap teladan.

Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti kita merusak dia. Dia akan merasa dirinya istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah ketika dia dewasa, dia tidak akan memandang orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk melihat dan membangun topengnya.

Rasulullah SAW bahkan amat tidak berkenan bila melihat orang lain memuji-muji:
“Bila kamu melihat orang-orang yang sedang memuji-muji dan menyanjung-nyanjung maka taburkanlah pasir ke wajah-wajah mereka.” (HR. Ahmad)

Jangan menikmati pujian atau jangan termakan terjebak pujian. Pujian itu bisa memabukkan diri seseorang. Segalanya bisa jadi alat untuk membuatnya dipuji. Berbuat sederhana pun bisa menjadi alat pujian, yakni, supaya dinilai tawadlu. Padahal dengan pujian-pujian itu hidupnya bisa menjadi munafik. Orang-orang di sekitarnya juga tidak nyaman, karena orang-orang tidak bisa dibeli hatinya dengan kepura-puraan.

Islam mengajarkan kita menjadi orang yang asli. Murni tanpa rekayasa dan kepura-puraan. Apa yang kita perbuat tujuannya cuma satu agar Allah menerima (ridha). Tidak ada masalah dengan penerimaan dan penghargaan dari orang lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar, tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain.
Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kepalsuan. Antara perbuatan dan perkataan sama, maka akan tercipta rasa nyaman. Nyaman untuk kita, nyaman untuk orang di sekitar kita. Kalau berpura-pura, kita akan merasa tidak nyaman. Orang lain pun juga merasa sama, tidak nyaman.

Islam itu nyaman di hati betapapun badai harus dihadapi. Kenapa? Karena tidak ada kepura-puraan.

Jumat, 17 Oktober 2014

PENGERTIAN DAN PENSYARIATAN WUDHU’

Pengertian

    Bahasa

Kata wudhu’ ( الوُضوء ) dalam bahasa Arab berasal dari kata al-wadha’ah ( الوَضَاءَة ). Kata ini bermakna Al hasan ( الحسن ) yaitu kebaikan, dan juga sekaligus bermakna an-andzafah (النظافة ) yaitu kebersihan.[1]

    Istilah

Sementara menurut istilah fiqih para ulama mazhab mendefinisikan wudhu menjadi beberapa pengertian antara lain:

Al Hanafiyah mendefiniskan pengertian wudhu sebagai: Membasuh dan menyapu pada anggota badan tertentu.[2]

Al Malikiyah mendefinisikan wudhu’ sebagai: Bersuci dengan menggunakan air yang mencakup anggota badan tertentu yaitu empat anggota badan dengan tata cara tertentu.[3]

Asy Syafi’iyah mendefiniskan istilah wudhu’ sebagai: Beberapa perbuatan tertentu yang dimulai dari niat, yaitu penggunaan air pada anggota badan tertentu dimulai dengan niat.[4]

Hanabilah mendefinisikan istilah wudhu’ sebagai: Penggunaan air yang suci pada keempat anggota tubuh yaitu wajah kedua tangan kepala dan kedua kaki dengan tata cara tertentu seusai dengan syariah yang dilakukan secara berurutan dengan sisa furudh.[5]

Sedangkan kata wadhuu‘ ( الوَضوء ) bermakna air yang digunakan untuk berwudhu’.

Wudhu’ adalah sebuah ibadah ritual untuk mensucikan diri dari hadats kecil dengan menggunakan media air. Yaitu dengan cara membasuh atau mengusap beberapa bagian anggota tubuh menggunakan air sambil berniat di dalam hati dan dilakukan sebagai sebuah ritual khas atau peribadatan. Bukan sekedar bertujuan untuk membersihkan secara fisik atas kotoran melainkan sebuah pola ibadah yang telah ditetapkan tata aturannya lewat wahyu dari langit dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Masyru’iyah

Wudhu sudah disyariatkan sejak awal mula turunnya Islam bersamaan waktunya dengan diwajibkannya shalat di Mekkah jauh sebelum masa isra’ miraj ke langit. Malaikat Jibril alaihissalam mengajarkan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam gerakan shalat dan sebelumnya dia mengajarkan tata cara wudhu terlebih dahulu.

Kewajiban wudhu’ didasarkan pada Al Quran Al Karim, Sunnah An Nabawiyah dan juga ijma’ para ulama.

Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki… (QS Al Maidah: 6)

Sedangkan dari As Sunnah An Nabawiyah salah satu yang jadi landasan masyruiyah wudhu adalah hadits berikut ini:

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘Anh bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu’. Dan tidak ada wudhu’ bagi yang tidak menyebut nama Allah. (HR. Ahmad Abu Daud dan Ibnu Majah)

Dan para ulama seluruhnya telah berijma’ atas disyariatkannya wudhu buat orang yang akan mengerjakan shalat bilamana dia berhadats.

_______________________

[1] Lihat Al Mu’jam Al Wasith bab Wau

Kamis, 16 Oktober 2014

"Doa Menghadapi Kesulitan"

Allah Mahakuasa melakukan apa saja. Dia mampu menjadikan segala kemudahan menjadi sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit menjadi mudah. Tidak ada yang susah bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala-galanya. Karenanya ketika menghadapi kesulitan dan berbagai cobaan hidup kita tidak boleh putus asa. Masih ada Allah yang bisa kita minta dan mohon pertolongan-Nya. Maka kita diperintahkan untuk berdoa saat mengalami kesulitan :

اَللَّهُمَّ لا سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَ أَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
Allaahumma Laa Sahla Illaa Maa Ja’altahu Sahlaa Wa Anta Taj’alul Hazna Idza Syi’ta Sahlaa

“Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan. ( (HR. Ibnu Hibban dalam SHAHIHNYA no. 2427, Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah no. 351, Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashfahan: 2/305, Imam Al-Ashbahani dalam al-Targhib: 1/131 )

Makna Doa

Makna dari doa di atas, bahwa Allah tidak menjadikan segala sesuatu mudah bagi manusia. Tidak ada kemudahan bagi mereka, kecuali apa yang Allah jadikan mudah. Dan sesungguhnya kemudahan adalah apa yang Allah jadikan mudah. Sebaliknya, kesulitan dan kesusahan jika Allah kehendaki bisa menjadi mudah dan ringan. Sebagaimana kemudahan dan perkara ringan bisa menjadi sulit dan berat, jika Allah menghendakinya.  Karena semua perkara berada di tangan Allah 'Azza wa Jalla.

Maka kandungan doa ini, seseorang memohon kepada Allah agar memudahkan segala urusannya yang sulit dan memuji Allah 'Azza wa Jalla bahwa segala urusan ada di tangan-Nya, jika Dia berkehendak, kesulitan bisa menjadi mudah.

Sebagaimana yang sudah maklum, Allah 'Azza wa Jalla mahakuasa melakukan apa saja. Dan Dia mampu menjadikan kemudahan menjadi sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit menjadi mudah. Tidak ada yang susah bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Doa lain untuk mendapat kemudahan

Yaitu , doa Nabi Yunus saat berada di perut ikan:
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’: 87)

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Doa Nabi Yunus taatkala ia berada di dalam perut ikan: Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Sesungguhnya tak seorang muslim yang berdoa kepada Rabb-nya dengan doa tersebut dalam kondisi apapun kecuali Allah akan mengabulkan untuknya.” (HR. al-Tirmidzi no. 3505 dan dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 1644) 

Dan dalam Riwayat al-Hakim, Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ”Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu jika kamu ditimpa suatu masalah  atau ujian dalam urusan dunia ini, kemudian berdoa dengannya.” Yaitu doa Dzun Nun atau Nabi Yunus di atas.

Di Samping Berdoa, Apa yang Bisa Dilakukan?

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Allah Ta’ala menjelaskan bahwa cara terbaik untuk meminta pertolongan Allah dalam menghadapi berbagai musibah (di antaranya kesulitan dalam hidup) adalah dengan bersabar dan shalat.

Dan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila dihadapkan pada suatu masalah maka beliau segera shalat. (HR. Abu Dawud dan Ahmad dari Hudzaifah bin Yaman).

Sedangkan sabar untuk dalam hal ayat ini ada dua macam, yaitu sabar dalam rangka meninggalkan berbagai perkara haram dan dosa; dan bersabar dalam menjalankan ketaatan dan ibadah. Dan bersabar bentuk yang kedua adalah lebih banyak pahalanya, dan itulah sabar yang lebih dekat maksudnya untuk mendapatkan kemudahan.

Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata,
“Sabar ada dua bentuk:
bersabar untuk Allah dengan menjalankan apa yang Dia cintai walaupun berat bagi jiwa dan badan. Dan bersabar untuk Allah dari segala yang Dia benci walaupun keinginan nafsu menentangnya. Siapa yang kondisinya seperti ini maka dia termasuk dari golongan orang-orang yang sabar yang akan selamat, insya Allah.” (Dinukil dengan ringkas dari Tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir ayat di atas).

Sponsored by: http://tabirjodoh.com


Kamis, 09 Oktober 2014

Meraih Kusyu'

Oleh: Moch Hisyam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada yang tidak biasa pada suatu sore di Madinah ketika Rasulullah SAW dan para sahabat usai melaksanakan shalat Ashar berjamaah. Setelah mengucapkan salam dalam shalatnya, tiba-tiba Rasulullah SAW bangkit melangkahi leher (barisan) para sahabat dengan tergesa-gesa menuju kamar salah seorang istrinya. Semua sahabat tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Rasulullah SAW. Sikap Rasulullah SAW yang tergesa-gesa itu membuat para sahabat terkejut dan diliputi rasa takut. Biasanya, bila Rasulullah SAW berjalan usai shalat menuju rumah kamar seorang istrinya, Nabi SAW berjalan pelan-pelan sambil menunduk. Namun, kali ini Rasulullah SAW berjalan dengan tergesa-gesa.Setelah keluar dan melihat para sahabatnya itu terkejut, Rasulullah SAW pun menenangkan para sahabat.

Beliau memberitahukan hal ihwal yang membuatnya tergesa-gesa seraya bersabda, “Aku ingat sepotong emas dan aku tidak ingin hal itu menahanku (menggangguku dan membuyarkan konsentrasiku dalam tawajuh (menghadap) kepada Allah SWT) maka aku menyuruh untuk membagi-bagikannya.

Sepenggal kisah di atas memberikan pelajaran yang sangat penting kepada kita berkaitan dengan cara membuat diri kita khusyuk ketika bertawajuh (menghadap) Allah. Yakni, dengan cara membebaskan diri dari semua kesibukan hati yang membuat diri kita lupa kepada Allah SWT.

Khusyuk adalah kosongnya hati dari hal-hal yang melalaikan dari ingat kepada Allah SWT. Tegasnya, hati dan pikiran kita terfokus hanya kepada Allah SWT, tidak kepada selain-Nya.

Kekhusyukkan merupakan bagian penting yang harus kita raih dalam hidup ini dan kita realisasikan ketika kita menghadap kepada Allah, terutama saat kita shalat dan berzikir. Kekhusyukkan merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati dan landasan utama tegaknya shalat dan zikir.

Ketika seseorang memiliki kekhusyukan maka ia akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Alquran surah al-Ahzab (33) ayat 35.

“Sesungguhnya, laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

Untuk itu, sebelum kita menghadap (tawajuh) kepada Allah SWT, selesaikan terlebih dahulu urusan-urusan yang kiranya dapat mengganggu konsentrasi kita. Buang hal-hal yang dapat membuyarkan konsentrasi kita ketika akan bertawajuh (menghadap) kepada Allah SWT.

Selain itu, senantiasa berdoa kepada Allah agar kita terhindar dari hati yang tidak khusyuk dan bisa meraih kekhusukan sebagaimana doa yang telah diajarkan Rasulullah SAW kepada kita,
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan.
” (HR Muslim).

Red: Agung Sasongko

Rahasia Menjemput Rejeki

Allah SWT menciptakan manusia dengan segala potensi yang dimilikinya, agar dengan potensi itu, manusia dapat berikhtiar untuk penghidupan saat ini (dunia) dan alam keabadian (akhirat). Potensi yang mendorong manusia untuk mau berikhtiar, pada akhirnya akan membuahkan sebuah ‘hadiah’ yang kerap dinantikan yakni rezeki yang baik. Karena secara makro rezeki itu sifatnya luas, maka uang dan harta bukanlah satu-satunya sumber kebahagiaan bagi sebagian besar orang. 
Mereka akan berbahagia dengan sempurna, manakala jasmani rohaninya sehat, hingga ia bisa bersama-sama dengan keluarganya. Ada pula yang tetap berbahagia hidup dalam kesederhanaan, meski sebenarnya ia sangat berkecukupan.

Dalam redaksi yang sungguh sempurna, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya di sisi Allah pengetahuan yang tepat tentang hari kiamat. Dan Dia-lah jua yang menurunkan hujan, dan yang mengetahui dengan sebenar-benarnya tentang apa yang ada dalam rahim (ibu yang mengandung).
Dan tiada seseorang pun yang betul mengetahui apa yang akan diusahakannya esok (sama ada baik atau jahat); dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi negeri manakah ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Amat Meliputi pengetahuan-Nya.” (QS Luqman: 34)
Allah membuka ayat di atas dengan pengetahuan tentang hari kiamat, Dia menegaskan bahwa hanya benar-benar Zat-Nya saja yang Maha Mengetahui kapan waktu persis hari akhir itu akan tiba. Allah hanya menyebutkan di dalam firman-Nya yang lain bahwa kiamat akan datang dengan tiba-tiba (baghtah), dan peristiwa itu teramat berat baik bagi langit maupun bumi.Selanjutnya, Allah memberikan perumpamaan fenomena alam berupa turunnya hujan, agar kita menyadari pada hakikatnya hujan adalah bentuk rahmat-Nya.

Ketiga, Allah memberikan penegasan pula bahwa hanya Allah yang mengetahui dengan sebenarnya penghidupan dalam rahim seorang perempuan, terlepas dari kecanggihan teknologi ultrasonografi (USG) dua bahkan empat dimensi.

 Keempat, Allah memberikan potensi kepada manusia untuk berikhtiar, namun dengan keterbatasan manusia yang tidak tahu apa yang akan terjadi padanya tempat, barang sedetik pun.

Terakhir, penegasan-Nya tentang bagaimana, kapan, dan dimana setiap manusia akan menghabiskan jatah usianya.Oleh karenanya, dalam kehidupan yang amat sementara ini, hendaknya kita menutup usia dengan ikhtiar menjemput rezeki.

Rasulullah SAW telah menunjukkan banyak cara, yakni pertama, berbakti pada kedua orangtua, “Apabila hamba itu meninggalkan berdoa kepada kedua orang tuanya niscaya terputuslah rezeki (Allah) daripadanya.”(HR al-Hakim dan ad-Dailami)

Kedua, menyambung silaturahim, “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dilambatkan ajalnya maka hendaklah dia menghubungi sanak-saudaranya.” (HR Bukhari)

Ketiga, tawakkal pada Allah,

“Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab RA)

Keempat, menyayangi anak yatim.

“Adakah kamu suka hatimu menjadi lembut, dan kamu memperolehi hajat keperluanmu? Kasihanilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berikanlah dia daripada makananmu, niscaya lembutlah hatimu dan kamu akan memperolehi hajatmu.”(HR Tabrani)

Kelima, bertobat dengan sebenar-benarnya.
“Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah, sebelum kamu mati. Bersegeralah melakukan amalan-amalan salih sebelum kamu kesibukan dan hubungilah antara kamu dengan Tuhan kamu dengan membanyakkan sebutan (zikir) kamu kepada-Nya dan banyak bersedekah dalam bersembunyi dan terang-terangan, nanti kamu akan diberi rezeki, ditolong dan diberi kesenangan.” (HR Ibnu Majah)

Terakhir, perbanyak istighfar. “Barang siapa memperbanyak istighfar maka Allah SWT akan menghapuskan segala kedukaannya, menyelesaikan segala masalahnya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka.” (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasai, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abdullah bin Abbas RA).