Senin, 01 Desember 2014

Jangan menanam bibit Stres

    MENANAM maslahat akan menuai maslahat, manfaat akan menuai manfaat, menanam mudharat akan menanam mudharat, dan menanam stres akan menuai stres.
  Sebaiknya yang kita tanam ialah kemasalahatan atau manfaat agar kelak kita memanen maslahat dan manfaat.Orang-orang yang rajin menanam bibit stres tentu akan memetik stress. Bahkan tidak mustahil ia akan menjadi produsen stressor, yaitu hal-hal yang bisa memicu stres.

Contoh stressor menurut kalangan ahli motivator ialah perselisihan dengan orang lain atau baru saja mengalami kecelakaan, perceraian, di PHK, kematian, merasakan persoalan rutin yang tak kunjung selesai, buka dan tutup lobang, penyakit menahun, dan persoalan rumah tangga berlarut-larut. Kesemuanya ini berpotensi menjadi stressor bagi setiap orang.

    Yang jelas sumber stres sesungguhnya ialah diri kita sendiri sebagai manusia yang dikaruniai pikiran dan nafsu kemudian digunakan berinteraksi dengan orang lain. Sumber stres lainnya ialah lingkungan, yang merupakan arena sandiwara hidup yang doperagakan di setiap hari. Jika kita mampu memanaj diri sendiri dan lingkungan pacu kehidupan kita maka kita akan menjadi manusia yang bebas dari stress berlebihan dan berkepanjangan.

  Bagaimanapun stress tidak mungkin dihindari tetapi intensitasnya yang perlu diatur. Stres itu sendiri ada manfaatnya dan tetap diperlukan meskipun dengan dosis yang serasi dengan kondisi obyektif diri dan lingkungan kita.

   Stres inilah kemudian yang memicu kita untuk hidup dan survive serta berprestasi. Stres yang over dosis itulah yang kita perlu hindari karena akan merusak segalanya, termasuk merusak cita-cita luhur hidup kita sebagai hamba dan sebagai khalifah yang baik di mata Allah dan para makhluknya.Untuk mencegah stress overdosis ini kita perlu menghindari untuk lebih banyak menananm bibit stres.  
    Menanam stres berarti menginvestasikan lebih besar perasaan kita kepada orang lain atau suatu obyek tertentu. Misalnya menjadi fans fanatik kepada seorang figur atau sebuah tim, gampang mengumbar kalimat cinta kepada orang lain, terlalu berharap banyak dan bergantung kepada seseorang, menaruh harapan dan mengandalkan hal-hal bersifat spekulatif, yang belum pasti, seperti berjudi, bonus, dan hadiah, terlalu banyak curhat untuk persoalan pribadi kepada orang lain, dan terlalu gampang pindah-pindah tempat kerja.

    Jika stres sudah merasuk terlalu dalam di dalam diri kita maka upaya untuk mengatasinya tidak ada cara lain kecuali mengendalikan diri, terutama emosi, mengalihkan perhatian kita kepada hal-hal yang bersifat menenangkan seperti memperkuat keyakinan keagamaan kita, membuka diri lebih luas kepada alam, lingkungan, termasuk kepada orang lain. 

   Dari sini kita akan melihat dan membandingkan diri kita dengan orang lain bahwa ternyata persoalan yang kita alami bukan tunggal pada diri kita saja tetapi orang lain juga merasakannya bahkan ada yang lebih parah dari kita. Di samping itu, tentu perlu juga semacam shock therapy seperti berikrar untuk memulai hidup baru melalui teknik-teknuk tertentu seperti yang sering dipergunakan oleh para psikiater atau psikolog. 

    Di atas segala-galanya, cara paling efektif mengendalikan stress yang berlebihan ialah kembali kepada ajaran agama yang sesungguhnya. Orang-orang yang menjalani kehidupannya dengan bimbingan agama secara utuh maka bukan saja stresnya akan sembuh tetapi ajaran agama itu sendiri mampu memproteksi tumbuhnya bibit-bibit stress itu di dalam diri kita sehingga hidup ini terasa mudah dan wajar. [*]

Rabu, 12 November 2014

Istiqamah dan Ikhlas, Ruh Kehidupan

 SATU-SATUNYA rahasia kita yang tidak diketahui orang selain kita adalah rahasia hubungan kita dengan Allah, Tuhan kita. Karena itu, janganlah bangga dengan penilaian orang lain tentang bagusnya iman dan ibadah kita, sebagaimana juga janganlah marah dan sedih ketika ada orang menghina dan memandang rendah iman serta ibadah kita. Mereka tidak tahu yang sebenarnya.

Yang terpenting bagi kita saat ini adalah terus meningkatkan cinta dan bakti kita pada Allah, berupaya semaksimal mungkin untuk senantiasa dekat dan bersamanya. Mengikuti jalan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah adalah jalan yang paling cepat dan tepat menuju ridla Allah.

Istiqamah dan Ikhlas menjadi kata kunci keberuntungan kita dalam ibadah. Tiadanya istiqamah dan ikhlas adalah tanda-tanda utama kerugian yang akan ditimpakan kepada kita.

Istiqamah adalah keteguhan untuk tetap pada jalan yang diyakini sebagai kebenaran dan kebaikan, apapun yang terjadi. Keikhlasan adalah ketulusan dalam menyembah, mengabdi dan bekerja, bahwa semuanya adalah karena Allah, untuk Allah dan demi Allah.

Ketika istiqamah dan ikhlas sudah menjadi ruh kehidupan kita, maka tak akan ada lagi ruang untuk sedih dan gelisah karena kita sudah berada dalam keyakinan aturan Allah yang senantiasa terbaik dan membahagiakan.

Tercapainya cita dan harap ditafsir sebagai ajakan Allah untuk semakin khusyu' dan tulus beribadah, sementara tak tercapainya cita dan pinta dianggap sebagai kebaikan Allah untuk memberikannya pada saat dan tempat yang lebih baik untuk kehidupan kita. Hapuskan gelisah, hilangkan resah, dan putuskan rasa susah. Salam bahagia, semoga bahagia dan damai selalu.

Oleh: Ahmad Imam Mawardi

Hilangnya Mutiara Diri, Runtuhnya Harga Diri

 

ADA seorang yang profesinya sebagai penjaga pepohonan hutan berkata bahwa pohon yang tidak berbuah, seperti pohon jati, pohon cemara, pohon palm, pohon sengon dan sejenisnya, biasanya lebih meninggi dibandingkan dengan pohon yang berbuah seperti pohon mangga, pohon pepaya, pohon pisang dan sejenisnya.

Bagai seorang filosof dia kemudian menyatakan bahwa ada pesan filosofis di balik kenyataan itu, yakni bahwa manusia yang “tidak berbuah” memiliki kecenderungan untuk tinggi hati, sombong dan arogan dibandingkan dengan manusia yang “berbuah.”“Buah” pada manusia adalah nilai, manfaat, kebaikan, kebajikan, kebijakan atau makna positif yang bisa menjadikan dirinya bahagia dan bisa memberikan kedamaian dan kesejahteraan kepada lingkungan sekitarnya.

Pada setiap diri manusia sesungguhnya Allah sebagai Pencipta telah mempersiapkan sumber nilai dan kebaikan itu yang oleh Nabi Muhammad disebut sebagai mutiara-mutiara dalam diri manusia.

Eksistensi dan optimalisasi mutiara-mutiara diri akan mengantarkan pada kemuliaan diri, sementara pembiaran dan pelenyapan mutiara diri itu akan mengantarkan pada runtuhnya harga diri manusia.

Nabi Muhammad menyatakan bahwa ada empat mutiara dalam diri manusia yang perlu untuk senantiasa dijaga keberadaannya sepanjang hayat sebagai upaya untuk mempertahankan pangkat derajat mulia kemanusiaannya. Empat mutiara itu adalah akal, agama, rasa malu dan amal shalih (perbuatan baik).

Berkumpulnya empat hal ini dalam diri manusia sungguh akan menuntunnya menuju pribadi yang benar, baik dan indah; pribadi yang fithri, yakni sesuai dengan fitrah diciptakannya.

Tema tentang akal merupakan tema kajian Islam yang tetap menarik sampai saat ini. Diskusinya begitu rumit ketika dikaitkan dengan otak, hati, agama dan jiwa. Namun secara sederhana bisa dinyatakan bahwa akal adalah anugerah Allah pada manusia yang dengannya manusia bisa mengenal mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Kalau begitu, maka fungsi akal adalah lebih dari sekadar kemampuan logika kalkulatif seperti banyak dipersepsikan orang.Akal yang sehat dengan metode berfikir yang benar akan mengantarkan manusia menemukan kebenaran. Dalam konteks ini adalah benar yang dinyatakan oleh beberapa ulama bahwa akal adalah pendamping agama yang tidak mungkin saling berlawanan atau bertentangan atau berlawanan.

Rasulullah dalam sebuah haditsnya menyatakan bahwa “agama adalah akal, maka tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Kegiatan akal yang harus selalu dilakukan dalam rangka menemukan “Tuhan” (tawhid) dan kebenaran firman-firmanNya adalah belajar (menuntut ilmu) dan berfikir atau merenungkan diri dan alam sekitar.Menurut Syekh Muhammad Hsein Thabathaba’i dalam kitabnya al-Mizan, ada lebih 300 kali dalam al-Qur’an Allah mengajak atau menganjurkan manusia menggunakan anugerah akal ini baik secara perintah eksplisit ataupun yang implisit. Pengamalan atas perintah penggunaan akal ini akan menjadikan manusia menjadi uutuu al-‘ilm (pemilik ilmu) yang bersama-sama orang beriman dinaikkan derajatnya oleh Allah. (QS 58: 11)
Indikator utama orang yang telah berilmu adalah takut kepada Allah yang dibuktikan dengan peningkatan pengabdiannya kepadaNya, sebagaimana disebutkan dalam QS 44: 28.

Kalau begitu maka orang yang telah memiliki semua gelar akademis tidaklah serta merta disebut sebagai orang berilmu ketika kecerdasan spiritualnya tidak terbukti dalam kehidupan kesehariannya. Indikator lainnya adalah kemampuannya untuk berkata dan berbuat sesuatu secara bijak. Ketidakbijakan seseorang adalah tanda ketidakberilmuannya.

Keterkaitan akal sebagai permata pertama dengan keilmuan dan keterkaitan keberilmuan dengan kecerdasan spiritual mengantarkan kita pada bahasan permata diri kedua, yaitu agama. Agama adalah terjemahan dari bahasa Arab al-din, istilah bahasa Arab yang sesungguhnya tidak dapat secara utuh diwakili oleh kata agama.Al-din adalah satu akar kata yang sama denganal-dayn (utang), tamaddun (budaya/peradaban), madany (beradab/civilized) dan madinah (kota). Fakta bahasa ini seakan menyelipkan pesan bahwa dengan agama maka kehidupan manusia akan memiliki tingkat peradababan yang tinggi. Kota tempat tinggalnya akan menjelma menjadi kota yang teratur, beradab dan damai karena semua hati penduduknya taat pada Tuhannya, sebagai wujud syukur dan membayar “utang jasa” atas karunia Tuhan.Sudah sering dibahas dalam kolom pencerah hati episode sebelunya tentang fungsi agama bagi kehidupan manusia baik yang berdasarkan nash (dalil) naqly yang didapatkan dari al-Qur’an dan hadits serta yang berdasarkan dalil ‘aqly yang didapatkan dari penelitian-penelitian ilmiah.

Tidak benar yang dikatakan beberapa orang atheis bahwa beragama adalah menunjukkan jiwa pengecut dan gampang putus asa. Yang benar adalah bahwa beragama berarti berani dan bertanggung jawab serta memiliki pengharapan besar akan kebahagiaan abadi, sebuah pemikiran yang melampaui kekerdilan pemikiran mereka yang tidak beragama. 

    Mutiara ketiga adalah rasa malu. Secara etimologis, malu dalam bahasa Inggris sering diterjemahkan dengan kata shyness,embarrassment dan shame. Kata-kata ini memiliki konotasi yang berbeda walaupun sama-sama bisa dimaknai “malu.” Rasa malu sebagai permata diri adalah rasa malu karena telah berbuat kejahatan atau rasa malu untuk berbuat sesuatu yang melanggar hukum. Rasa malu seperti inilah yang termasuk dalam makna hadits Rasulullah “malu adalah sebagian dari iman.”Di beberapa negara seperti Jepang, Amerika, Inggris dan Cina sering diberitakan ada pejabat yang mengundurkan diri dari jabatannya karena merasa malu dengan skandalnya yang terungkap ke ranah publik. Lebih “sadis” lagi adalah ketika pejabat yang melakukan skandal itu sampai mengakhiri hidupnya karena malu telah mengkhianati janjinya. Islam tidak menganjurkan orang yang malu atas skandal dan pelanggaran hukum untuk bunuh diri yan merupakan pelanggaran hukum juga, tetapi juga tidak membiarkan para pelanggar hukum itu tebal muka dan pura-pura tuli dan buta atas pelanggaran yang dilakukannya.Islam mengajarkan manusia untuk memiliki rasa malu yang mengantarkannya untuk bertaubat dan istighfar dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Ketika pelanggarannya adalah bersifat politis maka taubatnya juga taubat politik, berupa pengunduran dirinya, disamping taubat yang bersifat umum.Ketika pelanggarannya adalah berkaitan dengan finansial dan ekonomi, seperti korupsi atau perampokan uang rakyat, maka disamping taubat agama diperlukan juga “taubat ekonomi, yakni dengan mengembalikan harta yang didapatkannya dengan cara yang tidak benar kepada mereka yang berhak. Demikian pula pelanggaran-pelanggaran yang lain.

   Permata yang keempat adalah amal shalih atau perbuatan baik. Allah senantiasa memberikan kesempatan pada setiap manusia untuk berbuat baik sesuai dengan perintah dan teladan yang dinyatakan dalam al-Qur’an dan al-hadits. Perbuatan baik ini akan memiliki makna positif untuk alam kehidupan secara umum dan juga kepada dirinya sendiri sebagai pelaku.

Kehidupan dunia memiliki satu kaidah yang senantiasa berlaku yang disebut dengan kaidah perputaran. Bunyi kaidah ini adalah: “Apapun yang Anda lakukan akan berputar untuk kembali kepada Anda, baik yang Anda lakukan itu adalah positif ataupun negatif.

”Ketika keempat mutiara diri di atas berkumpul dalam diri seseorang, maka orang itu akan menjelma sebagai pribadi mulia yang layak diteladani, pribadi yang terhormat yang pantas dijadikan guru, atau pribadi yang bernilai mahal yang layak dijadikan sahabat setia.

Sebaliknya jika ada seseorang yang kehilangan keempat mutiara diri tersebut di atas, maka orang itu adalah pribadi yang tidak lagi memiliki harga, tidak layak dijadikan panutan, guru ataupun sahabat

Oleh: Ahmad Imam Mawardi

"Kunci Kesabaran"


KH Gymnastiar

"Kunci Kesabaran"

Kunci kesabaran itu ada dua kata kuncinya walaupun dirangkai dalam satu ayat.
Surat Al Baqarah ayat 155-156. 

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَىۡءٍ۬ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٍ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٲلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٲتِ‌ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ (١٥٥) ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٲجِعُونَ

Dan berikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Siapakah orang-orang yang sabar? Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang besar, curahan rahmat Allah dan hidupnya dibimbing oleh Allah. Dua, Innalillahi Wainailaihi Rojiun. Sesungguhnya, kami adalah milik Allah dan kembali kepada Allah.
 
Jadi, kemampuan orang untuk tidak merasa memiliki, tidak merasa dimiliki kecuali hanya milik Allah, itu pintu pertama sabar. Dan yang kedua, kemampuan kita lepas dari bersandar kepada siapapun selain bersandar hanya kepada Allah, itu kunci sabar. Sepanjang masih merasa ini milik saya. Sepanjang masih merasa ada selain Allah yang bisa menolong saya, sulit untuk mendapatkan karunia sabar. Dalam penghujung surat Al Baqarah. Lillahi maa fissamaawaati wa ma filard, milik Allah segala yang ada di langit segala yang ada di bumi. Semua yang ada pasti adalah ciptaan Allah. Kalau Allah yang mencipta, maka itu pasti milik Allah. Kalau itu milik Allah, siapa yang mengurus? Allah.
 
Diri kita ciptaan Allah, diri kita milik Allah, diri kita diurus oleh Allah setiap saat. Kita tidak bisa mengurus diri kita karena kita tidak tahu apa yang harus diurus. Sedikiiiit. Paling mandi, keramas, gunting kuku. Untuk ngorek kotorang kuping saja sudah susah. Belum lagi yang di dalem. Jantung, paru-paru, empedu, 100 triliun sel tubuh ini. Manusia ini dijumlahkan cuma 6 miliar lebih. Tubuh ini 100 triliun sel. Banyak triliun itu. Dan tiap sel hidup, berkomunikasi, punya generator sendiri, punya sistem keamanan, punya sistem informasi. Tiap sel! Kurang lebih ada 200 jenis sel katanya di dalam tubuh ini dan tidak tertukar. Semuanya! Bergerak, berkomunikasi, hidup, mati, bila sebagian sel mati ganti lagi dengan sel baru. Siapa yang ngurus? ALLAH

Pengakuan Taubat hanya kepada Allah saja

MUNGKIN kita pernah mendengar pengakuan seseorang di depan umum tentang masa lalunya yang kelam. Pembacaan daftar perbuatan-perbuatan hitam yang telah dilakukan. Yang didahului maupun diakhiri dengan pernyataan bahwa dirinya sekarang sudah bertobat, dan berjanji tidak akan mengulangi kelakuan-kelakuan buruk itu lagi.

Walau dilakukan di depan orang banyak, mungkin pengakuannya itu memang tulus berniat hendak bertobat. Atau, mungkin ada juga yang disertai motif lain, seperti ingin memperlihatkan jika dirinya sekarang sudah berubah. Bisa juga bermaksud memperoleh simpati dan empati dari orang lain.

Nah, saudaraku, apapun maksud yang menyertai—bahkan seandainya keinginan bertobat itu tulus—maka sebaiknya tidak perlu sampai menyebut dosa yang telah diperbuat di depan orang lain. Pengakuan kita cukup kepada-Nya, karena pertobatan itu memang antara diri sendiri dan Allah SWT.

Selama ini orang-orang masih memandang dan merasa wajar bergaul dengan kita dalam keseharian. Ini karena Ia telah menutupi seluruh aib dan dosa-dosa kita. Jangan sampai justru kita sendiri yang membukanya. Sebab itu bisa berarti kita tidak mensyukuri rahmat dan karunia dari-Nya.

“Dan dia bersamamu di manapun kamu berada.” Allah Maha Melihat apa pun yang kita kerjakan, termasuk segala sesuatu yang tersembunyi di dalam hati.

Jadi, misalkan kita mengaku kepada-Nya di dalam hati pun, dan tidak sampai terhembus melalui bibir, itu sudah cukup. Allah pasti mendengar jeritan hati kita.

Sebuah kisah pernah diungkap oleh Rasulullah saw, yaitu tentang seorang perempuan pezina di zaman sebelum beliau. Ketika berjalan tertatih-tatih sendirian, ia melihat seekor anjing yang hampir mati kehausan. Perempuan itu kemudian menolong anjing tersebut dengan mengambilkannya air di sebuah sumur.Bagaimana ia mempertaruhkan dirinya untuk turun ke sumur dan mengambil air. Rasa kasihannya hingga perlakuannya yang lembut saat memberi minum anjing tadi, semuanya tidak dilihat oleh orang lain. Bahkan si anjing pun tak mengerti bagaimana mengucapkan terima kasih. Tetapi Allah Maha Melihat, sehingga dosa wanita itu diampuni-Nya.

Satu contoh lain adalah sebuah kisah di zaman Nabi Musa. Suatu masa hujan tidak turun, lalu Nabi Musa mengajak dan mengumpulkan semua orang untuk berdoa. Allah pun berfirman bahwa ada seseorang di antara mereka yang berlumur dosa, yang menjadi penghalang diijabahnya doa tersebut.Nabi Musa kemudian memerintahkan supaya siapa pun yang dimaksud untuk keluar dari kerumunan dan mengakuinya. Namun orang yang telah berbuat dosa itu, terus-menerus selama 40 tahun, hanya mengaku di hatinya bahwa ia yang ahli maksiat. Tapi ia malu dan sangat berharap Allah mengampuni dan menerima tobatnya.Dalam diam, hati orang tersebut bergelora mohon ampunan dengan air mata yang bercucuran. Dan tiba-tiba hujan pun turun. Nabi Musa heran, karena sepengetahuannya belum ada yang mengaku. Allah lalu memberitahu jika sudah ada seseorang yang memohon ampunan. Tetapi saat Nabi Musa meminta diberitahu siapakah orang tersebut, Allah berfirman bahwa ketika orang itu berbuat maksiat pun aib dan dosanya ditutupi-Nya, maka bagaimana mungkin dibeberkan sesudah ia bertobat.

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka yang tidak terlihat oleh mereka, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sungguh, Dia Mahamengetahui segala isi hati. Apakah pantas Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus lagi Mahamengetahui.” (QS. al-Mulk [67]: 12-14).

Nah, saudaraku, kita memang tak perlu berharap dihargai maupun dipuji, atau simpati dan empati dari orang lain. Kita hanya berharap agar dicintai Allah SWT. Namun bukan berarti membuat layak membeberkan dosa kita di depan orang. Bisa jadi dengan pembacaan daftar hitam tersebut, sebenarnya kita justru sedang berharap dihargai dan diberi empati.

Sekali pun di masjid, sebaiknya dalam berdoa tidak menyebut-nyebut dosa dengan suara kencang. Nanti malah mengganggu jamaah yang lain dan dapat menimbulkan riya’.

Harap dan takut cukup kepada Allah SWT. Keimanan dan pertobatan kita hanya mencari ridha Allah. Oleh sebab itu, mari kita mengaku kepada-Nya, dan itu sebaiknya cukup dalam hati saja.

Selasa, 11 November 2014

Mawas diri dari 10 faktor ini

ADA sepuluh hal yang bisa menjebol prinsip-prinsip hidup. Kesepuluh hal itu ialah: uang, kerja, harta, kesenangan, teman, musuh, tempat ibadah, diri sendiri, pasangan, dan keluarga.

Jika orang mampu mengamankan diri dari 10 faktor tersebut maka besar harapan seseorang akan mencapai kebahagiaan hidup, termasukhusnul khatimah. 

Sebaliknya jika seseorang terkontaminasi satu saja di antara 10 faktor tersebut, apalagi lebih dari satu maka sudah barang tentu akan menjatuhkan martabat yang bersangkutan.

Uang merupakan faktor utama dan paling banyak membuat orang terjerumus di lembah kehinaan. Banyak contoh tokoh-tokoh populis yang kariernya menanjak terpaksa harus tersingkir dan tersungkur karena uang.

Kekuatan godaan uang sebagian orang menilai lebih kuat pengaruhnya dari pada pengaruh perempuan atau lawan jenis. Karena uang orang bisa membeli segalanya, termasuk perempuan atau pasangan seksual.

Memilih profesi atau kerja juga perlu hati-hati. Jika hanya berorientasi pada upah atau pendapatan tanpa memikirkan akibat lain dari pekerjaan itu, boleh jadi mengembalikan kita ke titik nol. Banyak orang mengejar gaji tinggi sungguh pun pekerjaan itu illegal, akibatnya selain tidak berkah juga menggadaikan harga diri.

Sama dengan orang yang berorientasi kesenangan (pleasure) semata tanpa menghiraukan lingkungan budaya dan suasana batin masyarakat sekitarnya juga akan menghasilkan kesenangan semu atau sesaat.

Pekerjaan yang baik bukan yang gajinya lebih tinggi tetapi adanya unsur kesenangan dan keberkahan hidup di dalamnya.  Mereka merasa merdeka dan senang bekerja karena ada kemerdekaan lahir batin. Satu sisi ia melakukan kewajibannya tetapi hak-hak untuk beribadah dan mengekspresikan kemampuannya tidak dihalangi.

Teman, sahabat, atau kolega juga bisa menjerumuskan orang jika tidak hati-hati. Sahabat yang sejati bukan yang membebani tetapi meringankan beban kita. Teman bisa bisa melahirkan hubungan kolusi yang menjerumuskan kita kepada perbuatan kriminal.Karena itu, teman atau sahabat sebaiknya jaraknya harus tetap di atur guna tidak menimbulkan fitnah.

Sebaliknya musuh juga bisa menjadi ancaman fatal jika kita tidak hati-hati. Ada istilah: Orang yang baik disenangi kawan dan lawan. Itulah akhlak budi pekerti Nabi Muhammad Saw.Musuh bisa menjadi lebih agresif manakala kita salah kelola. Musuh sebaiknya dijinakkan agar tidak menjadi ancaman potensial. Caranya ialah mengenali kelemahan musuh dan memberikan respons serba terukur kepadanya.

Tempat ibadah adalah tempat dimana seseorang sering hanyut di dalam emosi keagamaan. Jika motivasi agama yang mendorong seseorang untuk melakukan agresi dan defense maka akibatnya bisa amat dahsyat karena ada prinsip: ‘Isy kariman au mut syahidan (Hidup mulia atau mati syahid).

Orang sering gampang jatuh di dalam kelompok radikal dan teroris jika emosi keagamaannya tersentuh. Diri kta sendiri, pasangan, atau keluarga juga patut dicermati karena dorongan subyektifitas seringkali menjadikan seseorang terpental ke pinggir.

Mawas diri kita terhadap 10 faktor di atas dapat membantu memuliakan diri dan keluarga kita.

Pentingnya membedakan antara Perasaan dan Emosi

ADALAH penting membedakan antara perasaan (feeling) dan emosi (emotion). Jika seseorang tidak mampu membedakan antara keduanyaatau mencampur adukkan antara satu sama lain di dalam mengambil keputusan, maka tidak tertutup kemungkinan pilihan tindakan kita bakal mengecewakan. Karena itu, identifikasi antara keduanya membantu seseorang melakukan pilihan tindakan yang tepat.

Perasaanmerupakan sumber energy dan merupakan kekuatan untuk mendukung pilihan kebenaran yang kita pilih.

Sedangkan emosimerupakan kekuatan yang dapat mendukung semangat kita, namun tidak ada jaminan dukungan itu bermanfaat atau tidak.
Emosi berasal dari kata e+motion=energy in motion, yaitu energy yang melekat di dalam amarah. Emosi tidak ada hubungannya dengan apakah obyek reaksi itu sesuatu yang benar atau salah.

Perasaan amenginformasikan kita tentang suatu obyek (what you know about a thing). Sedangkan emosimenggambarkan perlakuan kita terhadap suatu obyek yang sudah kita ketahui (what you do with what you know).

Perasaan lebih banyak berkonotasi positif, sedangkan emosi lebih banyak berkonotasi negatif.Pertimbangan perasaan dapat digunakan untuk menilai apakah seseorang itu baik atau buruk, tetapi pertimbangan emosi tidak dapat dibenarkan sebagai alat ukur untuk apapun. Masalahnya ialah perbedaan antara perasaan dan emosi tidak tajam. Bahkan sebagian bidang perasaan dan emosi bertumpang tindih.

Orang sering kali tidak sadar kalau tindakannya itu emosi.Mereka masih menyangka tindakannya dalam lingkup perasaan yang dapat dibenarkan tetapi penilaian orang sudah dianggap tindakan emosi.

Contohnya, seorang pimpinan memecat salah seorang karyawannya lantaran mendapatkan laporan anak buahnya itu bolos. Tindakan spontanitas pimpinan itu dapat disebut tindakan emosi. Namun jika sebelumnya ia menunda beberapa saat untuk mendalami persoalan itu, maka tindakannya disebut tindakan perasaan. Ketika sang pemimpin melakukan konfirmasi kepada yang bersangkutan, apalagi melibatkan pihak ketiga sebagai sakasi, maka tindakannya dapat disebut tindakan rasional.

Contoh lain di dalam Al-Qur’an, ketika Nabi Sulaiman marah akan ketidak hadiran burung Hud-hud dalam sebuah pertemuan, bahkan Nabi Sulaiman berjanji akan menghukum burung itu dengan sanksi berat, namun penjatuhan sanksi itu tidak dilakukan secara spontan saat burung-burung itu datang.
Nabi Sulaiman mengkonfirmasi keterlambatannya. Setelah mendengarkan alasan burung Hud-hud itu maka Nabi Sulaiman memahami alasan keterlambatan tersebut sehingga tidak jadi diberikan sanksi. 

Tindakan Nabi Sulaiman bukan tindakan emosi tetapi tindakan perasaan, yaitu memberikan apresiasi positif laporan berharga yang disampaikan burung Hud-hud. Keterlambatan burung Hud-hud menghadiri pertemuan karena mampir mengamati stau kerajaan besar yang dipimpin seorang perempuan (Ratu Balqis). 

Seandainya Nabi Sulaiman menggunakan emosi, langsung menghukum burung Hud-hud, maka mungkin Nabi Sulaiman tidak mendapatkan informasi terhadap sebuah kerajaan besar yang bakal menyaingi kerajaannya.

Dengan ketenangan dan kesabaran Nabi Sulaiman menjadi pendengar aktif dari cerita burung Hud-hud, maka tindakan tepat dan cerdas lahir dari Nabi Sulaiman.

Ini semua memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa ternyata antara tindakan feeling dan tindakan emotionmelahirkan akibat yang berbeda.

Rabu, 22 Oktober 2014

10 Tips Agar Tegar Menghadapi Cobaan

1) Sadarlah bahwa Anda tidak sendirian, ada Allah bersama Anda.

2) Ingatlah bahwa di balik takdir Allah pasti ada hikmah yang indah.

3) Tidak ada yang dapat memberi kebaikan dan menyelamatkan dari keburukan kecuali Allah, maka janganlah menggantungkan harapan kecuali kepadaNya.

4) Apapun yang ditakdirkan menimpamu; ia tidak akan meleset darimu. Dan apapun yang ditakdirkan meleset darimu; ia tidak akan dapat menimpamu.

5) Ketahuilah hakekat dunia, maka jiwa Anda akan menjadi tenang.

6) Berbaik-sangkalah kepada Rabb Anda.

7) Pilihan Allah untuk Anda, itu lebih baik daripada pilihan Anda untuk diri Anda sendiri.

8) Cobaan yang semakin berat, menunjukkan pertolongan Allah semakin dekat.

9) Jangan pikirkan bagaimana datangnya pertolongan Allah, karena jika Allah berkehendak, Dia akan mengaturnya yang cara yang tidak terlintas di akal manusia.

10) Anda harus berdoa meminta kepada Allah, yang di tangan-Nya ada kunci-kunci kemenangan.

Kalau kita perhatikan, kebanyakan prinsip di atas mengaitkan kita dengan Allah ta’ala. Karena memang manusia itu makhluk lemah, dan dia tidak akan menjadi kuat kecuali jika mendapatkan suntikan kekuatan dari luar, dan tidak ada yang mampu memberikan kekuatan seperti Allah azza wajalla.

Dari sini, kita juga bisa memahami, mengapa semakin orang dekat dengan Allah, semakin kuat pula jiwanya.. dan mengapa semakin kuat akidah seseorang, semakin kuat pula kepribadiannya, wallohu a’lam.


Penulis: Ust. Musyafa Ad Darini

Artikel Muslim.Or.Id

Senin, 20 Oktober 2014

"Bahaya Mabuk Pujian"

Dipuji, dikagumi, diperlakukan spesial itu sangat nikmat, sehingga banyak orang yang sangat merindukannya.

Dan bagi yang tak hati – hati dan tak kuat iman, akan banyak kerusakan yang timbul bila sudah diperbudak dan mabuk pujian.
Seperti orang mabuk; berpikir, berbicara, bersikap dan mengambil keputusan menjadi tak normal / error.

Hati akan cenderung hilang kepekaan, mudah tersinggung dan sakit hati bila orang tak memuji atau mmperlakukannya tak sesuai harapan.

Hidup selalu galau, sangat cemas orang tak lagi memperhatikannya. akal selalu berputar akibatnya jadi kurang peduli kepada yang lain, selalu orientasi diri sendiri.

Sibuk sekali membangun ‘kemasan’/topeng’ demi penilaian orang walau harus berhutang atau menanggung resiko yang berat.
Orang – orang disekitarnya pecinta penilaian manusia, tak akan merasa nyaman, karena yang bersangkutanpun tak nyaman dengan dirinya sendiri.

Hubungan dengan Allohpun semakin terhijab, walau banyak ilmu agama dan rajin ibadah, karena di hatinya bukanlah Alloh yang dituju melainkan sibuk dengan penilaian makhluk.

Mengapa orang memuji? Karena mereka tidak tahu siapa diri kita. Kalau mereka tahu siapa kita sebenarnya, pasti mereka tak akan memuji. Celakanya kalau dipuji, kita menikmati sesuatu yang sesungguhnya tidak ada pada diri ini.

Pujian dapat membuat kita jadi yakin seperti apa yang dikatakan orang, sampai kita tidak jujur kepada diri sendiri. Sebenarnya yang tahu seperti apa diri ini adalah kita sendiri. Orang yang memuji hanya menyangka saja.

Seharusnya, pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya tidak ada pada diri kita. Tapi bagi para pecinta dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Artinya, dia berbohong pada dirinya sendiri.
Bahayanya pujian itu ada tiga :

Pertama, kita jadi terpenjara oleh pujian orang. Kita takut kehilangan segala pujian pada diri. Akibatnya, kita melakukan apa saja supaya pujian itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan memercayai pujian, dia tidak akan menerima nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh pujian tersebut.

Kedua, dia sangat sulit mengakui kekurangannya. Ini adalah malapetaka. Orang yang tidak bertaubat, dialah orang zalim. Orang yang tidak mau mengakui dosanya itu termasuk zalim. Kalau kita telah menyakiti orang, tetapi tidak mengakui, berarti kita sudah zalim. Zalim pada orang dan pada diri sendiri.

Ketiga, kalau orang sudah senang dipuji, maka tidak ada ikhlas dalam dirinya. Karena segala perbuatan yang dilakukannya hanya untuk mempertahankan pujian. Dia akan mengatur penampilan dan sikapnya agar terlihat baik bagi orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan ikhlas? Jawabannya tidak! Karena dia melakukan apapun bukan untuk Allah lagi, tapi karena untuk pujiannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir bagaimana agar tetap dianggap teladan.

Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti kita merusak dia. Dia akan merasa dirinya istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah ketika dia dewasa, dia tidak akan memandang orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk melihat dan membangun topengnya.

Rasulullah SAW bahkan amat tidak berkenan bila melihat orang lain memuji-muji:
“Bila kamu melihat orang-orang yang sedang memuji-muji dan menyanjung-nyanjung maka taburkanlah pasir ke wajah-wajah mereka.” (HR. Ahmad)

Jangan menikmati pujian atau jangan termakan terjebak pujian. Pujian itu bisa memabukkan diri seseorang. Segalanya bisa jadi alat untuk membuatnya dipuji. Berbuat sederhana pun bisa menjadi alat pujian, yakni, supaya dinilai tawadlu. Padahal dengan pujian-pujian itu hidupnya bisa menjadi munafik. Orang-orang di sekitarnya juga tidak nyaman, karena orang-orang tidak bisa dibeli hatinya dengan kepura-puraan.

Islam mengajarkan kita menjadi orang yang asli. Murni tanpa rekayasa dan kepura-puraan. Apa yang kita perbuat tujuannya cuma satu agar Allah menerima (ridha). Tidak ada masalah dengan penerimaan dan penghargaan dari orang lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar, tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain.
Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kepalsuan. Antara perbuatan dan perkataan sama, maka akan tercipta rasa nyaman. Nyaman untuk kita, nyaman untuk orang di sekitar kita. Kalau berpura-pura, kita akan merasa tidak nyaman. Orang lain pun juga merasa sama, tidak nyaman.

Islam itu nyaman di hati betapapun badai harus dihadapi. Kenapa? Karena tidak ada kepura-puraan.

Jumat, 17 Oktober 2014

PENGERTIAN DAN PENSYARIATAN WUDHU’

Pengertian

    Bahasa

Kata wudhu’ ( الوُضوء ) dalam bahasa Arab berasal dari kata al-wadha’ah ( الوَضَاءَة ). Kata ini bermakna Al hasan ( الحسن ) yaitu kebaikan, dan juga sekaligus bermakna an-andzafah (النظافة ) yaitu kebersihan.[1]

    Istilah

Sementara menurut istilah fiqih para ulama mazhab mendefinisikan wudhu menjadi beberapa pengertian antara lain:

Al Hanafiyah mendefiniskan pengertian wudhu sebagai: Membasuh dan menyapu pada anggota badan tertentu.[2]

Al Malikiyah mendefinisikan wudhu’ sebagai: Bersuci dengan menggunakan air yang mencakup anggota badan tertentu yaitu empat anggota badan dengan tata cara tertentu.[3]

Asy Syafi’iyah mendefiniskan istilah wudhu’ sebagai: Beberapa perbuatan tertentu yang dimulai dari niat, yaitu penggunaan air pada anggota badan tertentu dimulai dengan niat.[4]

Hanabilah mendefinisikan istilah wudhu’ sebagai: Penggunaan air yang suci pada keempat anggota tubuh yaitu wajah kedua tangan kepala dan kedua kaki dengan tata cara tertentu seusai dengan syariah yang dilakukan secara berurutan dengan sisa furudh.[5]

Sedangkan kata wadhuu‘ ( الوَضوء ) bermakna air yang digunakan untuk berwudhu’.

Wudhu’ adalah sebuah ibadah ritual untuk mensucikan diri dari hadats kecil dengan menggunakan media air. Yaitu dengan cara membasuh atau mengusap beberapa bagian anggota tubuh menggunakan air sambil berniat di dalam hati dan dilakukan sebagai sebuah ritual khas atau peribadatan. Bukan sekedar bertujuan untuk membersihkan secara fisik atas kotoran melainkan sebuah pola ibadah yang telah ditetapkan tata aturannya lewat wahyu dari langit dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Masyru’iyah

Wudhu sudah disyariatkan sejak awal mula turunnya Islam bersamaan waktunya dengan diwajibkannya shalat di Mekkah jauh sebelum masa isra’ miraj ke langit. Malaikat Jibril alaihissalam mengajarkan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam gerakan shalat dan sebelumnya dia mengajarkan tata cara wudhu terlebih dahulu.

Kewajiban wudhu’ didasarkan pada Al Quran Al Karim, Sunnah An Nabawiyah dan juga ijma’ para ulama.

Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki… (QS Al Maidah: 6)

Sedangkan dari As Sunnah An Nabawiyah salah satu yang jadi landasan masyruiyah wudhu adalah hadits berikut ini:

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘Anh bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu’. Dan tidak ada wudhu’ bagi yang tidak menyebut nama Allah. (HR. Ahmad Abu Daud dan Ibnu Majah)

Dan para ulama seluruhnya telah berijma’ atas disyariatkannya wudhu buat orang yang akan mengerjakan shalat bilamana dia berhadats.

_______________________

[1] Lihat Al Mu’jam Al Wasith bab Wau

Kamis, 16 Oktober 2014

"Doa Menghadapi Kesulitan"

Allah Mahakuasa melakukan apa saja. Dia mampu menjadikan segala kemudahan menjadi sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit menjadi mudah. Tidak ada yang susah bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala-galanya. Karenanya ketika menghadapi kesulitan dan berbagai cobaan hidup kita tidak boleh putus asa. Masih ada Allah yang bisa kita minta dan mohon pertolongan-Nya. Maka kita diperintahkan untuk berdoa saat mengalami kesulitan :

اَللَّهُمَّ لا سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَ أَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
Allaahumma Laa Sahla Illaa Maa Ja’altahu Sahlaa Wa Anta Taj’alul Hazna Idza Syi’ta Sahlaa

“Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan. ( (HR. Ibnu Hibban dalam SHAHIHNYA no. 2427, Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah no. 351, Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashfahan: 2/305, Imam Al-Ashbahani dalam al-Targhib: 1/131 )

Makna Doa

Makna dari doa di atas, bahwa Allah tidak menjadikan segala sesuatu mudah bagi manusia. Tidak ada kemudahan bagi mereka, kecuali apa yang Allah jadikan mudah. Dan sesungguhnya kemudahan adalah apa yang Allah jadikan mudah. Sebaliknya, kesulitan dan kesusahan jika Allah kehendaki bisa menjadi mudah dan ringan. Sebagaimana kemudahan dan perkara ringan bisa menjadi sulit dan berat, jika Allah menghendakinya.  Karena semua perkara berada di tangan Allah 'Azza wa Jalla.

Maka kandungan doa ini, seseorang memohon kepada Allah agar memudahkan segala urusannya yang sulit dan memuji Allah 'Azza wa Jalla bahwa segala urusan ada di tangan-Nya, jika Dia berkehendak, kesulitan bisa menjadi mudah.

Sebagaimana yang sudah maklum, Allah 'Azza wa Jalla mahakuasa melakukan apa saja. Dan Dia mampu menjadikan kemudahan menjadi sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit menjadi mudah. Tidak ada yang susah bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Doa lain untuk mendapat kemudahan

Yaitu , doa Nabi Yunus saat berada di perut ikan:
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’: 87)

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Doa Nabi Yunus taatkala ia berada di dalam perut ikan: Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Sesungguhnya tak seorang muslim yang berdoa kepada Rabb-nya dengan doa tersebut dalam kondisi apapun kecuali Allah akan mengabulkan untuknya.” (HR. al-Tirmidzi no. 3505 dan dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 1644) 

Dan dalam Riwayat al-Hakim, Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ”Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu jika kamu ditimpa suatu masalah  atau ujian dalam urusan dunia ini, kemudian berdoa dengannya.” Yaitu doa Dzun Nun atau Nabi Yunus di atas.

Di Samping Berdoa, Apa yang Bisa Dilakukan?

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Allah Ta’ala menjelaskan bahwa cara terbaik untuk meminta pertolongan Allah dalam menghadapi berbagai musibah (di antaranya kesulitan dalam hidup) adalah dengan bersabar dan shalat.

Dan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila dihadapkan pada suatu masalah maka beliau segera shalat. (HR. Abu Dawud dan Ahmad dari Hudzaifah bin Yaman).

Sedangkan sabar untuk dalam hal ayat ini ada dua macam, yaitu sabar dalam rangka meninggalkan berbagai perkara haram dan dosa; dan bersabar dalam menjalankan ketaatan dan ibadah. Dan bersabar bentuk yang kedua adalah lebih banyak pahalanya, dan itulah sabar yang lebih dekat maksudnya untuk mendapatkan kemudahan.

Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata,
“Sabar ada dua bentuk:
bersabar untuk Allah dengan menjalankan apa yang Dia cintai walaupun berat bagi jiwa dan badan. Dan bersabar untuk Allah dari segala yang Dia benci walaupun keinginan nafsu menentangnya. Siapa yang kondisinya seperti ini maka dia termasuk dari golongan orang-orang yang sabar yang akan selamat, insya Allah.” (Dinukil dengan ringkas dari Tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir ayat di atas).

Sponsored by: http://tabirjodoh.com


Kamis, 09 Oktober 2014

Meraih Kusyu'

Oleh: Moch Hisyam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada yang tidak biasa pada suatu sore di Madinah ketika Rasulullah SAW dan para sahabat usai melaksanakan shalat Ashar berjamaah. Setelah mengucapkan salam dalam shalatnya, tiba-tiba Rasulullah SAW bangkit melangkahi leher (barisan) para sahabat dengan tergesa-gesa menuju kamar salah seorang istrinya. Semua sahabat tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Rasulullah SAW. Sikap Rasulullah SAW yang tergesa-gesa itu membuat para sahabat terkejut dan diliputi rasa takut. Biasanya, bila Rasulullah SAW berjalan usai shalat menuju rumah kamar seorang istrinya, Nabi SAW berjalan pelan-pelan sambil menunduk. Namun, kali ini Rasulullah SAW berjalan dengan tergesa-gesa.Setelah keluar dan melihat para sahabatnya itu terkejut, Rasulullah SAW pun menenangkan para sahabat.

Beliau memberitahukan hal ihwal yang membuatnya tergesa-gesa seraya bersabda, “Aku ingat sepotong emas dan aku tidak ingin hal itu menahanku (menggangguku dan membuyarkan konsentrasiku dalam tawajuh (menghadap) kepada Allah SWT) maka aku menyuruh untuk membagi-bagikannya.

Sepenggal kisah di atas memberikan pelajaran yang sangat penting kepada kita berkaitan dengan cara membuat diri kita khusyuk ketika bertawajuh (menghadap) Allah. Yakni, dengan cara membebaskan diri dari semua kesibukan hati yang membuat diri kita lupa kepada Allah SWT.

Khusyuk adalah kosongnya hati dari hal-hal yang melalaikan dari ingat kepada Allah SWT. Tegasnya, hati dan pikiran kita terfokus hanya kepada Allah SWT, tidak kepada selain-Nya.

Kekhusyukkan merupakan bagian penting yang harus kita raih dalam hidup ini dan kita realisasikan ketika kita menghadap kepada Allah, terutama saat kita shalat dan berzikir. Kekhusyukkan merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati dan landasan utama tegaknya shalat dan zikir.

Ketika seseorang memiliki kekhusyukan maka ia akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Alquran surah al-Ahzab (33) ayat 35.

“Sesungguhnya, laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

Untuk itu, sebelum kita menghadap (tawajuh) kepada Allah SWT, selesaikan terlebih dahulu urusan-urusan yang kiranya dapat mengganggu konsentrasi kita. Buang hal-hal yang dapat membuyarkan konsentrasi kita ketika akan bertawajuh (menghadap) kepada Allah SWT.

Selain itu, senantiasa berdoa kepada Allah agar kita terhindar dari hati yang tidak khusyuk dan bisa meraih kekhusukan sebagaimana doa yang telah diajarkan Rasulullah SAW kepada kita,
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan.
” (HR Muslim).

Red: Agung Sasongko

Rahasia Menjemput Rejeki

Allah SWT menciptakan manusia dengan segala potensi yang dimilikinya, agar dengan potensi itu, manusia dapat berikhtiar untuk penghidupan saat ini (dunia) dan alam keabadian (akhirat). Potensi yang mendorong manusia untuk mau berikhtiar, pada akhirnya akan membuahkan sebuah ‘hadiah’ yang kerap dinantikan yakni rezeki yang baik. Karena secara makro rezeki itu sifatnya luas, maka uang dan harta bukanlah satu-satunya sumber kebahagiaan bagi sebagian besar orang. 
Mereka akan berbahagia dengan sempurna, manakala jasmani rohaninya sehat, hingga ia bisa bersama-sama dengan keluarganya. Ada pula yang tetap berbahagia hidup dalam kesederhanaan, meski sebenarnya ia sangat berkecukupan.

Dalam redaksi yang sungguh sempurna, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya di sisi Allah pengetahuan yang tepat tentang hari kiamat. Dan Dia-lah jua yang menurunkan hujan, dan yang mengetahui dengan sebenar-benarnya tentang apa yang ada dalam rahim (ibu yang mengandung).
Dan tiada seseorang pun yang betul mengetahui apa yang akan diusahakannya esok (sama ada baik atau jahat); dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi negeri manakah ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Amat Meliputi pengetahuan-Nya.” (QS Luqman: 34)
Allah membuka ayat di atas dengan pengetahuan tentang hari kiamat, Dia menegaskan bahwa hanya benar-benar Zat-Nya saja yang Maha Mengetahui kapan waktu persis hari akhir itu akan tiba. Allah hanya menyebutkan di dalam firman-Nya yang lain bahwa kiamat akan datang dengan tiba-tiba (baghtah), dan peristiwa itu teramat berat baik bagi langit maupun bumi.Selanjutnya, Allah memberikan perumpamaan fenomena alam berupa turunnya hujan, agar kita menyadari pada hakikatnya hujan adalah bentuk rahmat-Nya.

Ketiga, Allah memberikan penegasan pula bahwa hanya Allah yang mengetahui dengan sebenarnya penghidupan dalam rahim seorang perempuan, terlepas dari kecanggihan teknologi ultrasonografi (USG) dua bahkan empat dimensi.

 Keempat, Allah memberikan potensi kepada manusia untuk berikhtiar, namun dengan keterbatasan manusia yang tidak tahu apa yang akan terjadi padanya tempat, barang sedetik pun.

Terakhir, penegasan-Nya tentang bagaimana, kapan, dan dimana setiap manusia akan menghabiskan jatah usianya.Oleh karenanya, dalam kehidupan yang amat sementara ini, hendaknya kita menutup usia dengan ikhtiar menjemput rezeki.

Rasulullah SAW telah menunjukkan banyak cara, yakni pertama, berbakti pada kedua orangtua, “Apabila hamba itu meninggalkan berdoa kepada kedua orang tuanya niscaya terputuslah rezeki (Allah) daripadanya.”(HR al-Hakim dan ad-Dailami)

Kedua, menyambung silaturahim, “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dilambatkan ajalnya maka hendaklah dia menghubungi sanak-saudaranya.” (HR Bukhari)

Ketiga, tawakkal pada Allah,

“Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab RA)

Keempat, menyayangi anak yatim.

“Adakah kamu suka hatimu menjadi lembut, dan kamu memperolehi hajat keperluanmu? Kasihanilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berikanlah dia daripada makananmu, niscaya lembutlah hatimu dan kamu akan memperolehi hajatmu.”(HR Tabrani)

Kelima, bertobat dengan sebenar-benarnya.
“Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah, sebelum kamu mati. Bersegeralah melakukan amalan-amalan salih sebelum kamu kesibukan dan hubungilah antara kamu dengan Tuhan kamu dengan membanyakkan sebutan (zikir) kamu kepada-Nya dan banyak bersedekah dalam bersembunyi dan terang-terangan, nanti kamu akan diberi rezeki, ditolong dan diberi kesenangan.” (HR Ibnu Majah)

Terakhir, perbanyak istighfar. “Barang siapa memperbanyak istighfar maka Allah SWT akan menghapuskan segala kedukaannya, menyelesaikan segala masalahnya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka.” (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasai, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abdullah bin Abbas RA).

Senin, 29 September 2014

Terjemah Kitab Al Hikam (mukadimah)

KITAB AL HIKAM

IBNU AL ATAILLAH

VOLUME 1

MUKADIMAH


Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang. Segala puji-pujian
bagi Allah, Pemelihara sekalian alam. Selawat disertai salam atas yang paling mulia di
antara Rasul-rasul, Muhammad Rasul yang Amin, dan atas sekalian keluarga dan
sahabat-sahabat baginda saw.
Daku reda Allah adalah Tuhan, Islam adalah Agama, Nabi Muhammad saw adalah Nabi
dan Rasul, al-Quran adalah Imam, Kaabah adalah Kiblat dan Mukmin adalah saudara.
Wahai tuhanku! Engkau jugalah maksud dan tujuanku dan keridhoan Engkau jua yang
daku cari. Daku mengharapkan kasih sayang-Mu dan kehampiran-Mu.


Kitab al-Hikam karangan Imam Tajuddin Abu Fadhli Ahmad bin Muhammad
bin Abdul Karim bin Athaillah Askandary boleh dianggap sebagai buku teks
yang perlu dipelajari oleh orang-orang yang mau mendalami ilmu tauhid/
tasawuf serta berjalan pada jalan kerohanian. Dalamnya mengandungi kata-kata
hikmat yang boleh dijadikan petunjuk jalan menuju Allah s.w.t dan mencapai
keredaan-Nya.
Pada mulanya daku mengenali Kitab al-Hikam pada namanya sahaja. Apa yang
dikatakan adalah kitab ini merupakan sebuah kitab yang sukar dipahami.
Hanya sedikit sahaja bilangan guru-guru yang mampu mengajarkan kitab ini.
Anggapan yang telah tertanam dalam pikiran ku adalah hanya orang-orang yang
khusus sahaja layak mempelajari kitab tersebut. Oleh yang demikian daku tidak
pernah mencoba untuk mempelajari nya.

Kehendak Allah s.w.t mengatasi segala perkara. Apabila daku dimasukkan ke
dalam bidang kerohanian timbullah minat dan kecenderungan untuk
mengetahui isi Kitab al-Hikam. Daku mula mempelajari syarah-syarah kitab
tersebut yang boleh didapati di kedai-kedai buku. Sedikit sekali kepahaman yang
terbuka kepadaku. Kemudian daku mempelajari kitab-kitab tasawuf yang boleh
daku dapati dari berbagai-bagai sumber. Berbekalkan sedikit pengetahuan
dalam ilmu tasawuf, daku mempelajari semula Kitab al-Hikam. Apa yang aku pahamkan itu daku tuliskan sebagai satu cara pembelajaran. Beberapa orang
sahabat telah membaca teks yang asal dan memberi teguran yang membina.
Hasil dari teguran itu daku tulis semula Syarah al-Hikam ini.
Apa yang daku pahamkan dan peroleh dari khazanah al-Hikam ingin daku
bagikan dengan saudara-saudara Muslim ku. Mudah-mudahan Allah s.w.t
memberikan taufik dan hidayat kepada kita semua.
Penyusun Syarah al-Hikam ini bukanlah seorang yang alim dalam ilmu tasauf,
apa lagi ilmu fikah. Oleh itu adalah baik jika saudara-saudara yang membaca
kitab ini merujukkan kepada orang yang alim. Jika terdapat perbedaan pendapat
di antara isi kitab ini dengan perkataan orang alim, anggaplah kepahaman
penyusun telah tersilap dan berpeganglah kepada perkataan orang alim.
Penyusun memohon maaf di atas kesilapan tersebut. Sekiranya apa yang
dikatakan dalam kitab ini adalah benar, maka sesungguhnya kebenaran itu
dari Allah s.w.t. Hanya Dia yang patut menerima pujian. Hanya kepada-Nya
kita bersyukur.

Wahai saudara-saudaraku yang daku kasihi.
Ilmu adalah nur. Hati juga nur. Dan, Nur adalah salah satu nama daripada
Nama-nama Allah s.w.t. Nur Ilahi, hati dan ilmu berhubung rapat. Hati yang
suci bersih menjadi bekas yang sesuai untuk menerima pancaran Nur Ilahi. Hati
yang dipenuhi oleh Nur Ilahi mampu menerima Nur Ilmu dari alam ghaib. Nur
Ilmu yang dari alam ghaib itu membuka hakikat alam dan hakikat Ketuhanan.
Hati yang menerima pengalaman hakikat memancarkan nur nya kepada akal.
Akal yang menerima pancaran Nur Hati akan dapat memahami perkara ghaib
yang dinafikan oleh akal biasa. Bila hati dan akal sudah beriman hilanglah
keresahan pada jiwa dan kekeliruan pada akal. Lahirlah ketenangan yang sejati.
Hiduplah nafsu muthmainnah menggerakkan sekalian anggota lahir dan batin
supaya berbakti kepada Allah s.w.t. Jadilah insan itu seorang hamba yang sesuai
lahirnya dengan Syariat dan batinnya dengan kehendak dan lakuan Allah s.w.t.
Bila Allah s.w.t memilih nya, maka jadilah dia seorang insan Hamba Rabbani,
Khalifah Allah yang diberi tugas khusus dalam melaksanakan kehendak Allah
s.w.t di bumi.

Khalifah Allah muncul dalam berbagai-bagai bidang. Mana-mana bidang yang
dipimpin oleh Muslim yang bertaraf Khalifah Allah akan menjadi cemerlang dan
kaum Muslimin akan mengatasi kaum-kaum lain dalam bidang berkenaan.
Khalifah ekonomi akan membawa ekonomi umat Islam mengatasi ekonomi
semua kaum lain. Khalifah tentara akan membebaskan umat Islam dari kaum
penjajah dan penindas yang zalim. Khalifah dakwah akan membukakan Islam
yang sebenarnya dan membersihkan nya dari bid'ah, kekarutan dan kesesatan.
Bila semua bidang kehidupan dipimpin oleh Khalifah Muslim maka umat Islam
akan menjadi umat yang teratas dalam segala bidang.

Mulailah bekerja membentuk hati agar ia menjadi bercahaya dengan Nur Ilahi.
Nur Ilahi adalah tentara bagi hati yang akan mengalahkan segala jenis senjata
dan segala jenis sistem, walau bagaimana canggih sekali pun. Bila Nur Ilahi
sudah memenuhi ruang hati umat Islam maka umat Islam akan menjadi satu
puak yang tidak akan dapat dikalahkan oleh siapa pun, dalam bidang apa
sekalipun. Insya-Allah!


Tidaklah Allah memberati suatu diri melainkan sekadar terpikul olehnya. Dia akan
mendapat pahala dari apa yang dia usahakan dan akan mendapat siksa atas apa yang dia
usahakan pula. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau tuntut kami di atas kealpaan kami
dan kekeliruan kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikul kan ke atas kami siksa,
sebagaimana yang pernah Engkau pikul kan atas orang-orang yang sebelum kami. Wahai
Tuhan kami! Janganlah Engkau timpakan ke atas kami perintah yang tidak bertenaga
kami dengan dia, dan maafkanlah (dosa-dosa) kami dan ampunilah kami dan kasihanilah
kami; Engkau jugalah Penolong kami. Maka tolonglah kami atas mengalahkan kaum yang
tidak mau percaya. (Ayat 286 : Surah al-Baqarah )

Dan tulis lah untuk kami satu kebaikan di dunia dan juga akhirat. Sesungguhnya kami
telah bertaubat kepada Engkau. ( Ayat 156 : Surah al-A’raaf )


Wahai Tuhan kami! Berilah kami di dunia kebaikan dan di akhirat pun kebaikan. Dan
peliharalah kami daripada siksaan neraka. ( Ayat 201 : Surah al-Baqarah )

Sabtu, 27 September 2014

Hubungan Nur Ilahi, Hati dan Ilmu

Assalamualaikum warahmattullah,,

Dengan menyebut nama ALLAH Yang Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji pujian  bagi ALLAH, Pemelihara sekalian alam, Sholawat dan salam atas junjungan mulia diatas rasul-rasul, Muhammad Rasul yang Amin, dan atas sekalian keluarga  dan sahabat sahabat baginda.

Sebelumnya saya Mohon maaf apabila ada  kesalahan dalam penulisan, atau kalimat penyampaian dari saya. Sekiranya apa yang ada dalam tulisan ini benar, sesungguhnya  kebenaran itu milik ALLAH SWT, hanya Dia yang patut menerima pujian, dan hanya kepada NYA lah kita bersyukur.


Ilmu adalah nur, hati juga nur, dan nur adalah salah satu dari nama ALLAH SWT . Nur Ilahi ,hati dan ilmu berhubungan dekat. Hati yang suci bersih menjadi mudah untuk menerima pancaran nur Ilahi . Hati yang dipenuhi dengan nur Ilahi, mudah untuk menerima nur ilmu dari alam gaib. Nur ilmu dari alam gaib itu membuka hakikat alam dan hakikat ketuhanan.

Hati yang menerima pengalaman hakikat, akan memancarkan nur nya kepada akal.  Akal yang menerima pancaran nur hati , akan dapat menafikan perkara gaib  yang dinafikan oleh akal biasa.  Bila hati dan akal sudah beriman, hilanglah keresahan pada jiwa dan kekeliruan  pada akal. Lahirlah  ketenangan yang sejati. Hiduplah nafsu muthmainnah  menggerakkan sekalian anggota lahir dan batin supaya berbakti kepada ALLAH SWT . Jadilah insan itu seorang hamba yang lahirnya sesuai syariat , dan batinnya dengan kehendak ALLAH SWT.
Bila ALLAH SWT memilih nya, jadilah dia hamba yang rabbani, Khalifah ALLAH SWT yang diberi tugas khusus dalam melaksanakan kehendak ALLAH SWT di bumi.

Mari kita mulai bekerja membentuk hati agar ia menjadi bercahaya dengan nur Ilahi. Nur Ilahi adalah tentara bagi hati yang mengalahkan segala jenis senjata dan segala jenis sistem, walau bagaimana canggih sekalipun,  Bila nur Ilahi sudah memenuhi  ruang hati umat islam , maka umat islam akan menjadi kekuatan yang tidak akan dikalahkan oleh siapapun, dalam bidang apapun...Inshaa ALLAH.

Diambil sebagian Dari Kitab Al Hikam karangan  Imam Tajuddin Abu Fadhli Ahmad Bin Muhammad Bin Abdul Karim bin Athailah Askandary bagian "Mukadimah"