Rabu, 12 November 2014

Istiqamah dan Ikhlas, Ruh Kehidupan

 SATU-SATUNYA rahasia kita yang tidak diketahui orang selain kita adalah rahasia hubungan kita dengan Allah, Tuhan kita. Karena itu, janganlah bangga dengan penilaian orang lain tentang bagusnya iman dan ibadah kita, sebagaimana juga janganlah marah dan sedih ketika ada orang menghina dan memandang rendah iman serta ibadah kita. Mereka tidak tahu yang sebenarnya.

Yang terpenting bagi kita saat ini adalah terus meningkatkan cinta dan bakti kita pada Allah, berupaya semaksimal mungkin untuk senantiasa dekat dan bersamanya. Mengikuti jalan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah adalah jalan yang paling cepat dan tepat menuju ridla Allah.

Istiqamah dan Ikhlas menjadi kata kunci keberuntungan kita dalam ibadah. Tiadanya istiqamah dan ikhlas adalah tanda-tanda utama kerugian yang akan ditimpakan kepada kita.

Istiqamah adalah keteguhan untuk tetap pada jalan yang diyakini sebagai kebenaran dan kebaikan, apapun yang terjadi. Keikhlasan adalah ketulusan dalam menyembah, mengabdi dan bekerja, bahwa semuanya adalah karena Allah, untuk Allah dan demi Allah.

Ketika istiqamah dan ikhlas sudah menjadi ruh kehidupan kita, maka tak akan ada lagi ruang untuk sedih dan gelisah karena kita sudah berada dalam keyakinan aturan Allah yang senantiasa terbaik dan membahagiakan.

Tercapainya cita dan harap ditafsir sebagai ajakan Allah untuk semakin khusyu' dan tulus beribadah, sementara tak tercapainya cita dan pinta dianggap sebagai kebaikan Allah untuk memberikannya pada saat dan tempat yang lebih baik untuk kehidupan kita. Hapuskan gelisah, hilangkan resah, dan putuskan rasa susah. Salam bahagia, semoga bahagia dan damai selalu.

Oleh: Ahmad Imam Mawardi

Hilangnya Mutiara Diri, Runtuhnya Harga Diri

 

ADA seorang yang profesinya sebagai penjaga pepohonan hutan berkata bahwa pohon yang tidak berbuah, seperti pohon jati, pohon cemara, pohon palm, pohon sengon dan sejenisnya, biasanya lebih meninggi dibandingkan dengan pohon yang berbuah seperti pohon mangga, pohon pepaya, pohon pisang dan sejenisnya.

Bagai seorang filosof dia kemudian menyatakan bahwa ada pesan filosofis di balik kenyataan itu, yakni bahwa manusia yang “tidak berbuah” memiliki kecenderungan untuk tinggi hati, sombong dan arogan dibandingkan dengan manusia yang “berbuah.”“Buah” pada manusia adalah nilai, manfaat, kebaikan, kebajikan, kebijakan atau makna positif yang bisa menjadikan dirinya bahagia dan bisa memberikan kedamaian dan kesejahteraan kepada lingkungan sekitarnya.

Pada setiap diri manusia sesungguhnya Allah sebagai Pencipta telah mempersiapkan sumber nilai dan kebaikan itu yang oleh Nabi Muhammad disebut sebagai mutiara-mutiara dalam diri manusia.

Eksistensi dan optimalisasi mutiara-mutiara diri akan mengantarkan pada kemuliaan diri, sementara pembiaran dan pelenyapan mutiara diri itu akan mengantarkan pada runtuhnya harga diri manusia.

Nabi Muhammad menyatakan bahwa ada empat mutiara dalam diri manusia yang perlu untuk senantiasa dijaga keberadaannya sepanjang hayat sebagai upaya untuk mempertahankan pangkat derajat mulia kemanusiaannya. Empat mutiara itu adalah akal, agama, rasa malu dan amal shalih (perbuatan baik).

Berkumpulnya empat hal ini dalam diri manusia sungguh akan menuntunnya menuju pribadi yang benar, baik dan indah; pribadi yang fithri, yakni sesuai dengan fitrah diciptakannya.

Tema tentang akal merupakan tema kajian Islam yang tetap menarik sampai saat ini. Diskusinya begitu rumit ketika dikaitkan dengan otak, hati, agama dan jiwa. Namun secara sederhana bisa dinyatakan bahwa akal adalah anugerah Allah pada manusia yang dengannya manusia bisa mengenal mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Kalau begitu, maka fungsi akal adalah lebih dari sekadar kemampuan logika kalkulatif seperti banyak dipersepsikan orang.Akal yang sehat dengan metode berfikir yang benar akan mengantarkan manusia menemukan kebenaran. Dalam konteks ini adalah benar yang dinyatakan oleh beberapa ulama bahwa akal adalah pendamping agama yang tidak mungkin saling berlawanan atau bertentangan atau berlawanan.

Rasulullah dalam sebuah haditsnya menyatakan bahwa “agama adalah akal, maka tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Kegiatan akal yang harus selalu dilakukan dalam rangka menemukan “Tuhan” (tawhid) dan kebenaran firman-firmanNya adalah belajar (menuntut ilmu) dan berfikir atau merenungkan diri dan alam sekitar.Menurut Syekh Muhammad Hsein Thabathaba’i dalam kitabnya al-Mizan, ada lebih 300 kali dalam al-Qur’an Allah mengajak atau menganjurkan manusia menggunakan anugerah akal ini baik secara perintah eksplisit ataupun yang implisit. Pengamalan atas perintah penggunaan akal ini akan menjadikan manusia menjadi uutuu al-‘ilm (pemilik ilmu) yang bersama-sama orang beriman dinaikkan derajatnya oleh Allah. (QS 58: 11)
Indikator utama orang yang telah berilmu adalah takut kepada Allah yang dibuktikan dengan peningkatan pengabdiannya kepadaNya, sebagaimana disebutkan dalam QS 44: 28.

Kalau begitu maka orang yang telah memiliki semua gelar akademis tidaklah serta merta disebut sebagai orang berilmu ketika kecerdasan spiritualnya tidak terbukti dalam kehidupan kesehariannya. Indikator lainnya adalah kemampuannya untuk berkata dan berbuat sesuatu secara bijak. Ketidakbijakan seseorang adalah tanda ketidakberilmuannya.

Keterkaitan akal sebagai permata pertama dengan keilmuan dan keterkaitan keberilmuan dengan kecerdasan spiritual mengantarkan kita pada bahasan permata diri kedua, yaitu agama. Agama adalah terjemahan dari bahasa Arab al-din, istilah bahasa Arab yang sesungguhnya tidak dapat secara utuh diwakili oleh kata agama.Al-din adalah satu akar kata yang sama denganal-dayn (utang), tamaddun (budaya/peradaban), madany (beradab/civilized) dan madinah (kota). Fakta bahasa ini seakan menyelipkan pesan bahwa dengan agama maka kehidupan manusia akan memiliki tingkat peradababan yang tinggi. Kota tempat tinggalnya akan menjelma menjadi kota yang teratur, beradab dan damai karena semua hati penduduknya taat pada Tuhannya, sebagai wujud syukur dan membayar “utang jasa” atas karunia Tuhan.Sudah sering dibahas dalam kolom pencerah hati episode sebelunya tentang fungsi agama bagi kehidupan manusia baik yang berdasarkan nash (dalil) naqly yang didapatkan dari al-Qur’an dan hadits serta yang berdasarkan dalil ‘aqly yang didapatkan dari penelitian-penelitian ilmiah.

Tidak benar yang dikatakan beberapa orang atheis bahwa beragama adalah menunjukkan jiwa pengecut dan gampang putus asa. Yang benar adalah bahwa beragama berarti berani dan bertanggung jawab serta memiliki pengharapan besar akan kebahagiaan abadi, sebuah pemikiran yang melampaui kekerdilan pemikiran mereka yang tidak beragama. 

    Mutiara ketiga adalah rasa malu. Secara etimologis, malu dalam bahasa Inggris sering diterjemahkan dengan kata shyness,embarrassment dan shame. Kata-kata ini memiliki konotasi yang berbeda walaupun sama-sama bisa dimaknai “malu.” Rasa malu sebagai permata diri adalah rasa malu karena telah berbuat kejahatan atau rasa malu untuk berbuat sesuatu yang melanggar hukum. Rasa malu seperti inilah yang termasuk dalam makna hadits Rasulullah “malu adalah sebagian dari iman.”Di beberapa negara seperti Jepang, Amerika, Inggris dan Cina sering diberitakan ada pejabat yang mengundurkan diri dari jabatannya karena merasa malu dengan skandalnya yang terungkap ke ranah publik. Lebih “sadis” lagi adalah ketika pejabat yang melakukan skandal itu sampai mengakhiri hidupnya karena malu telah mengkhianati janjinya. Islam tidak menganjurkan orang yang malu atas skandal dan pelanggaran hukum untuk bunuh diri yan merupakan pelanggaran hukum juga, tetapi juga tidak membiarkan para pelanggar hukum itu tebal muka dan pura-pura tuli dan buta atas pelanggaran yang dilakukannya.Islam mengajarkan manusia untuk memiliki rasa malu yang mengantarkannya untuk bertaubat dan istighfar dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Ketika pelanggarannya adalah bersifat politis maka taubatnya juga taubat politik, berupa pengunduran dirinya, disamping taubat yang bersifat umum.Ketika pelanggarannya adalah berkaitan dengan finansial dan ekonomi, seperti korupsi atau perampokan uang rakyat, maka disamping taubat agama diperlukan juga “taubat ekonomi, yakni dengan mengembalikan harta yang didapatkannya dengan cara yang tidak benar kepada mereka yang berhak. Demikian pula pelanggaran-pelanggaran yang lain.

   Permata yang keempat adalah amal shalih atau perbuatan baik. Allah senantiasa memberikan kesempatan pada setiap manusia untuk berbuat baik sesuai dengan perintah dan teladan yang dinyatakan dalam al-Qur’an dan al-hadits. Perbuatan baik ini akan memiliki makna positif untuk alam kehidupan secara umum dan juga kepada dirinya sendiri sebagai pelaku.

Kehidupan dunia memiliki satu kaidah yang senantiasa berlaku yang disebut dengan kaidah perputaran. Bunyi kaidah ini adalah: “Apapun yang Anda lakukan akan berputar untuk kembali kepada Anda, baik yang Anda lakukan itu adalah positif ataupun negatif.

”Ketika keempat mutiara diri di atas berkumpul dalam diri seseorang, maka orang itu akan menjelma sebagai pribadi mulia yang layak diteladani, pribadi yang terhormat yang pantas dijadikan guru, atau pribadi yang bernilai mahal yang layak dijadikan sahabat setia.

Sebaliknya jika ada seseorang yang kehilangan keempat mutiara diri tersebut di atas, maka orang itu adalah pribadi yang tidak lagi memiliki harga, tidak layak dijadikan panutan, guru ataupun sahabat

Oleh: Ahmad Imam Mawardi

"Kunci Kesabaran"


KH Gymnastiar

"Kunci Kesabaran"

Kunci kesabaran itu ada dua kata kuncinya walaupun dirangkai dalam satu ayat.
Surat Al Baqarah ayat 155-156. 

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَىۡءٍ۬ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٍ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٲلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٲتِ‌ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ (١٥٥) ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٲجِعُونَ

Dan berikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Siapakah orang-orang yang sabar? Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang besar, curahan rahmat Allah dan hidupnya dibimbing oleh Allah. Dua, Innalillahi Wainailaihi Rojiun. Sesungguhnya, kami adalah milik Allah dan kembali kepada Allah.
 
Jadi, kemampuan orang untuk tidak merasa memiliki, tidak merasa dimiliki kecuali hanya milik Allah, itu pintu pertama sabar. Dan yang kedua, kemampuan kita lepas dari bersandar kepada siapapun selain bersandar hanya kepada Allah, itu kunci sabar. Sepanjang masih merasa ini milik saya. Sepanjang masih merasa ada selain Allah yang bisa menolong saya, sulit untuk mendapatkan karunia sabar. Dalam penghujung surat Al Baqarah. Lillahi maa fissamaawaati wa ma filard, milik Allah segala yang ada di langit segala yang ada di bumi. Semua yang ada pasti adalah ciptaan Allah. Kalau Allah yang mencipta, maka itu pasti milik Allah. Kalau itu milik Allah, siapa yang mengurus? Allah.
 
Diri kita ciptaan Allah, diri kita milik Allah, diri kita diurus oleh Allah setiap saat. Kita tidak bisa mengurus diri kita karena kita tidak tahu apa yang harus diurus. Sedikiiiit. Paling mandi, keramas, gunting kuku. Untuk ngorek kotorang kuping saja sudah susah. Belum lagi yang di dalem. Jantung, paru-paru, empedu, 100 triliun sel tubuh ini. Manusia ini dijumlahkan cuma 6 miliar lebih. Tubuh ini 100 triliun sel. Banyak triliun itu. Dan tiap sel hidup, berkomunikasi, punya generator sendiri, punya sistem keamanan, punya sistem informasi. Tiap sel! Kurang lebih ada 200 jenis sel katanya di dalam tubuh ini dan tidak tertukar. Semuanya! Bergerak, berkomunikasi, hidup, mati, bila sebagian sel mati ganti lagi dengan sel baru. Siapa yang ngurus? ALLAH

Pengakuan Taubat hanya kepada Allah saja

MUNGKIN kita pernah mendengar pengakuan seseorang di depan umum tentang masa lalunya yang kelam. Pembacaan daftar perbuatan-perbuatan hitam yang telah dilakukan. Yang didahului maupun diakhiri dengan pernyataan bahwa dirinya sekarang sudah bertobat, dan berjanji tidak akan mengulangi kelakuan-kelakuan buruk itu lagi.

Walau dilakukan di depan orang banyak, mungkin pengakuannya itu memang tulus berniat hendak bertobat. Atau, mungkin ada juga yang disertai motif lain, seperti ingin memperlihatkan jika dirinya sekarang sudah berubah. Bisa juga bermaksud memperoleh simpati dan empati dari orang lain.

Nah, saudaraku, apapun maksud yang menyertai—bahkan seandainya keinginan bertobat itu tulus—maka sebaiknya tidak perlu sampai menyebut dosa yang telah diperbuat di depan orang lain. Pengakuan kita cukup kepada-Nya, karena pertobatan itu memang antara diri sendiri dan Allah SWT.

Selama ini orang-orang masih memandang dan merasa wajar bergaul dengan kita dalam keseharian. Ini karena Ia telah menutupi seluruh aib dan dosa-dosa kita. Jangan sampai justru kita sendiri yang membukanya. Sebab itu bisa berarti kita tidak mensyukuri rahmat dan karunia dari-Nya.

“Dan dia bersamamu di manapun kamu berada.” Allah Maha Melihat apa pun yang kita kerjakan, termasuk segala sesuatu yang tersembunyi di dalam hati.

Jadi, misalkan kita mengaku kepada-Nya di dalam hati pun, dan tidak sampai terhembus melalui bibir, itu sudah cukup. Allah pasti mendengar jeritan hati kita.

Sebuah kisah pernah diungkap oleh Rasulullah saw, yaitu tentang seorang perempuan pezina di zaman sebelum beliau. Ketika berjalan tertatih-tatih sendirian, ia melihat seekor anjing yang hampir mati kehausan. Perempuan itu kemudian menolong anjing tersebut dengan mengambilkannya air di sebuah sumur.Bagaimana ia mempertaruhkan dirinya untuk turun ke sumur dan mengambil air. Rasa kasihannya hingga perlakuannya yang lembut saat memberi minum anjing tadi, semuanya tidak dilihat oleh orang lain. Bahkan si anjing pun tak mengerti bagaimana mengucapkan terima kasih. Tetapi Allah Maha Melihat, sehingga dosa wanita itu diampuni-Nya.

Satu contoh lain adalah sebuah kisah di zaman Nabi Musa. Suatu masa hujan tidak turun, lalu Nabi Musa mengajak dan mengumpulkan semua orang untuk berdoa. Allah pun berfirman bahwa ada seseorang di antara mereka yang berlumur dosa, yang menjadi penghalang diijabahnya doa tersebut.Nabi Musa kemudian memerintahkan supaya siapa pun yang dimaksud untuk keluar dari kerumunan dan mengakuinya. Namun orang yang telah berbuat dosa itu, terus-menerus selama 40 tahun, hanya mengaku di hatinya bahwa ia yang ahli maksiat. Tapi ia malu dan sangat berharap Allah mengampuni dan menerima tobatnya.Dalam diam, hati orang tersebut bergelora mohon ampunan dengan air mata yang bercucuran. Dan tiba-tiba hujan pun turun. Nabi Musa heran, karena sepengetahuannya belum ada yang mengaku. Allah lalu memberitahu jika sudah ada seseorang yang memohon ampunan. Tetapi saat Nabi Musa meminta diberitahu siapakah orang tersebut, Allah berfirman bahwa ketika orang itu berbuat maksiat pun aib dan dosanya ditutupi-Nya, maka bagaimana mungkin dibeberkan sesudah ia bertobat.

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka yang tidak terlihat oleh mereka, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sungguh, Dia Mahamengetahui segala isi hati. Apakah pantas Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus lagi Mahamengetahui.” (QS. al-Mulk [67]: 12-14).

Nah, saudaraku, kita memang tak perlu berharap dihargai maupun dipuji, atau simpati dan empati dari orang lain. Kita hanya berharap agar dicintai Allah SWT. Namun bukan berarti membuat layak membeberkan dosa kita di depan orang. Bisa jadi dengan pembacaan daftar hitam tersebut, sebenarnya kita justru sedang berharap dihargai dan diberi empati.

Sekali pun di masjid, sebaiknya dalam berdoa tidak menyebut-nyebut dosa dengan suara kencang. Nanti malah mengganggu jamaah yang lain dan dapat menimbulkan riya’.

Harap dan takut cukup kepada Allah SWT. Keimanan dan pertobatan kita hanya mencari ridha Allah. Oleh sebab itu, mari kita mengaku kepada-Nya, dan itu sebaiknya cukup dalam hati saja.

Selasa, 11 November 2014

Mawas diri dari 10 faktor ini

ADA sepuluh hal yang bisa menjebol prinsip-prinsip hidup. Kesepuluh hal itu ialah: uang, kerja, harta, kesenangan, teman, musuh, tempat ibadah, diri sendiri, pasangan, dan keluarga.

Jika orang mampu mengamankan diri dari 10 faktor tersebut maka besar harapan seseorang akan mencapai kebahagiaan hidup, termasukhusnul khatimah. 

Sebaliknya jika seseorang terkontaminasi satu saja di antara 10 faktor tersebut, apalagi lebih dari satu maka sudah barang tentu akan menjatuhkan martabat yang bersangkutan.

Uang merupakan faktor utama dan paling banyak membuat orang terjerumus di lembah kehinaan. Banyak contoh tokoh-tokoh populis yang kariernya menanjak terpaksa harus tersingkir dan tersungkur karena uang.

Kekuatan godaan uang sebagian orang menilai lebih kuat pengaruhnya dari pada pengaruh perempuan atau lawan jenis. Karena uang orang bisa membeli segalanya, termasuk perempuan atau pasangan seksual.

Memilih profesi atau kerja juga perlu hati-hati. Jika hanya berorientasi pada upah atau pendapatan tanpa memikirkan akibat lain dari pekerjaan itu, boleh jadi mengembalikan kita ke titik nol. Banyak orang mengejar gaji tinggi sungguh pun pekerjaan itu illegal, akibatnya selain tidak berkah juga menggadaikan harga diri.

Sama dengan orang yang berorientasi kesenangan (pleasure) semata tanpa menghiraukan lingkungan budaya dan suasana batin masyarakat sekitarnya juga akan menghasilkan kesenangan semu atau sesaat.

Pekerjaan yang baik bukan yang gajinya lebih tinggi tetapi adanya unsur kesenangan dan keberkahan hidup di dalamnya.  Mereka merasa merdeka dan senang bekerja karena ada kemerdekaan lahir batin. Satu sisi ia melakukan kewajibannya tetapi hak-hak untuk beribadah dan mengekspresikan kemampuannya tidak dihalangi.

Teman, sahabat, atau kolega juga bisa menjerumuskan orang jika tidak hati-hati. Sahabat yang sejati bukan yang membebani tetapi meringankan beban kita. Teman bisa bisa melahirkan hubungan kolusi yang menjerumuskan kita kepada perbuatan kriminal.Karena itu, teman atau sahabat sebaiknya jaraknya harus tetap di atur guna tidak menimbulkan fitnah.

Sebaliknya musuh juga bisa menjadi ancaman fatal jika kita tidak hati-hati. Ada istilah: Orang yang baik disenangi kawan dan lawan. Itulah akhlak budi pekerti Nabi Muhammad Saw.Musuh bisa menjadi lebih agresif manakala kita salah kelola. Musuh sebaiknya dijinakkan agar tidak menjadi ancaman potensial. Caranya ialah mengenali kelemahan musuh dan memberikan respons serba terukur kepadanya.

Tempat ibadah adalah tempat dimana seseorang sering hanyut di dalam emosi keagamaan. Jika motivasi agama yang mendorong seseorang untuk melakukan agresi dan defense maka akibatnya bisa amat dahsyat karena ada prinsip: ‘Isy kariman au mut syahidan (Hidup mulia atau mati syahid).

Orang sering gampang jatuh di dalam kelompok radikal dan teroris jika emosi keagamaannya tersentuh. Diri kta sendiri, pasangan, atau keluarga juga patut dicermati karena dorongan subyektifitas seringkali menjadikan seseorang terpental ke pinggir.

Mawas diri kita terhadap 10 faktor di atas dapat membantu memuliakan diri dan keluarga kita.

Pentingnya membedakan antara Perasaan dan Emosi

ADALAH penting membedakan antara perasaan (feeling) dan emosi (emotion). Jika seseorang tidak mampu membedakan antara keduanyaatau mencampur adukkan antara satu sama lain di dalam mengambil keputusan, maka tidak tertutup kemungkinan pilihan tindakan kita bakal mengecewakan. Karena itu, identifikasi antara keduanya membantu seseorang melakukan pilihan tindakan yang tepat.

Perasaanmerupakan sumber energy dan merupakan kekuatan untuk mendukung pilihan kebenaran yang kita pilih.

Sedangkan emosimerupakan kekuatan yang dapat mendukung semangat kita, namun tidak ada jaminan dukungan itu bermanfaat atau tidak.
Emosi berasal dari kata e+motion=energy in motion, yaitu energy yang melekat di dalam amarah. Emosi tidak ada hubungannya dengan apakah obyek reaksi itu sesuatu yang benar atau salah.

Perasaan amenginformasikan kita tentang suatu obyek (what you know about a thing). Sedangkan emosimenggambarkan perlakuan kita terhadap suatu obyek yang sudah kita ketahui (what you do with what you know).

Perasaan lebih banyak berkonotasi positif, sedangkan emosi lebih banyak berkonotasi negatif.Pertimbangan perasaan dapat digunakan untuk menilai apakah seseorang itu baik atau buruk, tetapi pertimbangan emosi tidak dapat dibenarkan sebagai alat ukur untuk apapun. Masalahnya ialah perbedaan antara perasaan dan emosi tidak tajam. Bahkan sebagian bidang perasaan dan emosi bertumpang tindih.

Orang sering kali tidak sadar kalau tindakannya itu emosi.Mereka masih menyangka tindakannya dalam lingkup perasaan yang dapat dibenarkan tetapi penilaian orang sudah dianggap tindakan emosi.

Contohnya, seorang pimpinan memecat salah seorang karyawannya lantaran mendapatkan laporan anak buahnya itu bolos. Tindakan spontanitas pimpinan itu dapat disebut tindakan emosi. Namun jika sebelumnya ia menunda beberapa saat untuk mendalami persoalan itu, maka tindakannya disebut tindakan perasaan. Ketika sang pemimpin melakukan konfirmasi kepada yang bersangkutan, apalagi melibatkan pihak ketiga sebagai sakasi, maka tindakannya dapat disebut tindakan rasional.

Contoh lain di dalam Al-Qur’an, ketika Nabi Sulaiman marah akan ketidak hadiran burung Hud-hud dalam sebuah pertemuan, bahkan Nabi Sulaiman berjanji akan menghukum burung itu dengan sanksi berat, namun penjatuhan sanksi itu tidak dilakukan secara spontan saat burung-burung itu datang.
Nabi Sulaiman mengkonfirmasi keterlambatannya. Setelah mendengarkan alasan burung Hud-hud itu maka Nabi Sulaiman memahami alasan keterlambatan tersebut sehingga tidak jadi diberikan sanksi. 

Tindakan Nabi Sulaiman bukan tindakan emosi tetapi tindakan perasaan, yaitu memberikan apresiasi positif laporan berharga yang disampaikan burung Hud-hud. Keterlambatan burung Hud-hud menghadiri pertemuan karena mampir mengamati stau kerajaan besar yang dipimpin seorang perempuan (Ratu Balqis). 

Seandainya Nabi Sulaiman menggunakan emosi, langsung menghukum burung Hud-hud, maka mungkin Nabi Sulaiman tidak mendapatkan informasi terhadap sebuah kerajaan besar yang bakal menyaingi kerajaannya.

Dengan ketenangan dan kesabaran Nabi Sulaiman menjadi pendengar aktif dari cerita burung Hud-hud, maka tindakan tepat dan cerdas lahir dari Nabi Sulaiman.

Ini semua memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa ternyata antara tindakan feeling dan tindakan emotionmelahirkan akibat yang berbeda.